TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menilai hak angket Dewan Perwakilan Rakyat yang ditujukan ke lembaga antirasuah telah salah alamat. Sebabnya, KPK bukan badan pemerintah yang bisa disasar dengan angket.
"Hak angket adalah proses penyelidikan untuk pelaksanaan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Mei 2017.
Baca: Mantan Pimpinan KPK: DPR Gagal Paham Substansi Hak Angket
Dalam ketentuan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, disebutkan bahwa sasaran hak angket adalah presiden dan jajarannya serta badan pemerintah non-kementerian. "Jadi KPK tidak masuk sana," kata Febri.
Meski demikian, Febri mengatakan lembaganya saat ini masih menimbang-nimbang langkah untuk menghadapi hak angket yang disahkan oleh DPR. Salah satu isi hak angket itu adalah desakan untuk membuka rekaman Miryam S. Haryani, saksi dalam penyidikan korupsi e-KTP.
"Kami belum dapat info resmi tertulis, KPK pertimbangkan lanjut apa sikap kelembagaan kami. Sejauh ini kami sampaikan, KPK tidak mungkin membuka bukti yang dibutuhkan di penyidikan di luar persidangan," kata Febri.
Simak pula: Partai Politik Penolak Hak Angket KPK Bantah Tudingan Pencitraan
Selain desakan untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam, hak angket itu berisi pertanyaan kepada KPK mengenai dugaan penyalahgunaan anggaran seperti tertuang dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan, dugaan konflik internal antara pimpinan dan penyidik KPK, dan kerap bocornya dokumen rahasia seputar kasus yang sedang ditangani di KPK.
MAYA AYU PUSPITASARI