TEMPO.CO, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan enam pelanggaran yang dilakukan PT Freeport Indonesia di Papua, yang dituangkan dalam hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas kontrak karya tahun anggaran 2013-2015.
BPK menyatakan Freeport menyebabkan kerusakan lingkungan karena membuang limbah hasil penambangan ke hutan, sungai, muara, dan laut. Total potensi kerugian lingkungan yang timbul mencapai Rp 185 triliun.
"Nilai itu adalah hasil kalkulasi oleh Institut Pertanian Bogor yang ditelaah BPK dalam konteks keuangan negara," kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara kepada Tempo, Senin, 1 Mei 2017.
Baca:
Agar Kontrak Freeport Jadi IUPK, Ini yang Dilakukan ESDM
Menteri ESDM Beri Izin Ekspor Mineral Freeport dan Amman
Moermahadi mengungkapkan, temuan ini diperoleh berdasarkan analisis dan evaluasi data dari berbagai sumber.
1. Pelanggaran penggunaan kawasan hutan lindung seluas 4.535,93 hektare
Freeport tak mengantongi izin pinjam-pakai pada 2008-2015. Aktivitas pertambangan ini melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Negara kehilangan penerimaan negara bukan pajak dari penggunaan kawasan hutan. Potensi kerugian negara Rp 270 miliar.
2. Kelebihan pencairan jaminan reklamasi Freeport
BPK menemukan kelebihan pencairan jaminan reklamasi sebesar US$ 1,43 juta atau Rp 19,4 miliar berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia pada 25 Mei 2016. BPK menilai dana itu seharusnya masih ditempatkan di pemerintah.
BPK juga menemukan hitungan tim pengawas Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tidak konsisten dan hasil penilaian yang tidak akurat. Ditemukan pula ketidaksesuaian laporan reklamasi dengan fakta di lapangan.
3. Penambangan bawah tanah tanpa izin lingkungan
Freeport melakukan penambangan di bawah tanah tanpa izin lingkungan. Analisis mengenai dampak lingkungan yang dikantongi Freeport sejak 1997 tidak mencakup tambang bawah tanah.
4. Penambangan Freeport menimbulkan kerusakan
Penambangan Freeport membuat kerusakan gara-gara membuang limbah operasional di sungai, muara, dan laut. Pemerintah tak mampu mencegah kerusakan hingga produksi Freeport telah mencapai 300 ribu ton. Potensi kerugian negara Rp 185 triliun.
5. Freeport belum menyetorkan kewajiban dana pascatambang periode 2016 ke pemerintah
Potensi kerugian negara US$ 22,29 juta atau sekitar Rp 293 miliar.
6. Pengawasan kurang ketat
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kurang ketat mengawasi Freeport dalam hal dampak penurunan permukaan akibat tambang bawah tanah. Potensi kerugian negara Rp 185,563 triliun.
Sumber: BPK
PUTRI ADITYOWATI