TEMPO.CO, Purwakarta - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mendesak Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi membicarakan masalah guru honorer atau kategori 2 (K2), yang sampai saat ini belum diangkat sebagai aparatur sipil negara (ASN).
"Supaya ditemukan solusi yang tepat dan melegakan semua pihak," katanya di sela-sela blusukan ke sekolah dan rumah tidak layak huni milik guru honorer di daerahnya bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional, Selasa, 2 Mei 2017.
Baca: Hardiknas, SMKN 5 Surabaya Pamerkan Sepeda Listrik Buatannya
Menurut Dedi, sebaiknya pengangkatan para guru honorer atau K2 menjadi ASN tidak usah melalui mekanisme testing. Kementerian, kata dia, bisa mengangkat langsung berdasarkan lama masa kerja. "Mereka yang diangkat duluan, ya, yang paling lama masa kerjanya, begitu seterusnya," ujarnya.
Dedi mengungkapkan, apabila pengangkatan ASN guru honorer dilakukan melalui mekanisme testing, yang akan diterima pasti para guru yang masih muda dan baru lulus perguruan tinggi. Sebab, ujar dia, mereka lebih familiar dengan testing melalui sistem komputerisasi. Sedangkan guru honorer banyak yang sudah tua dan tidak menguasai aplikasi komputer.
Baca: Hardiknas, Sekolah Didorong Terapkan Pendidikan HAM
Kementerian Riset, kata Dedi, berperan dalam melakukan moratorium penerimaan mahasiswa baru jurusan pendidikan guru, terutama jurusan guru sekolah dasar. Menurut dia, kementerian harus berani melakukan kebijakan tidak populer itu. Sebab, jika tidak dilakukan moratorium mulai sekarang, lulusan pendidikan guru akan terus bertambah.
"Artinya, kesempatan menghabiskan guru honorer yang kini belum diangkat menjadi ASN tidak akan selesai," tuturnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta Rasmita menyebutkan jumlah guru honorer K2 di daerahnya saat ini tercatat sekitar 4.000 orang. "Masa kerja mereka rata-rata 5-9 tahun," ujarnya.
Baca: Hardiknas, Pemantau Pendidikan Indonesia Catat 7 Masalah Krusial
Ia mengaku sependapat dengan Dedi ihwal mekanisme pengangkatan guru honorer tersebut. "Sebaiknya memang tidak melalui testing, tapi langsung diangkat berdasarkan keaktifan dan lama masa kerja," ujarnya.
Guru honorer SMP negeri di Purwakarta, Agung Bagja Firmansyah, mengaku terpaksa terus menggeluti status honorer dengan harapan ada pengangkatan. "Lebih bagus kalau diangkat otomatis," ujar guru yang berpenghasilan Rp 240 ribu per bulan itu.
NANANG SUTISNA
Video Terkait:
Hardiknas, Belasan Tahun Jadi Guru Honorer Sucendi Harapkan Perubahan
Hardiknas, Koalisi Pendidikan Tagih Janji Gubernur Aher