TEMPO.CO, Jakarta - Bau sapi sekilas menusuk hidung di tengah udara sejuk kaki Gunung Kawi, Desa Babadan, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di tanah dengan ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut itu terdapat sebuah peternakan sapi perah milik PT Greenfields Indonesia.
Perusahaan peternakan sapi itu memproduksi susu sapi pasteurisasi yang dikenal dengan merek Greenfields. "Merk susu segar kami digunakan secara luas di kalangan bisnis coffee shop, seperti Starbucks," kata Country Head Sales and Marketing PT Austasia Food Syahbanta Sembiring saat ditemui di lokasi peternakan, Selasa, 2 Mei 2017.
Baca Juga:
Menurut Syahbanta, produk susu Greenfields menjadi favorit para barista karena mampu menampilkan karakteristik foaming yang baik untuk minuman coffee latte dan cappuccino. "Produk kami tidak merusak rasa asli kopi. Makanya jadi favorit para barista," katanya.
Greenfields, dia melanjutkan, kini menjadi pemimpin pasar susu segar nasional. Total produksi susu merk tersebut mencapai 125 ton per hari. Bahkan, kata dia, merek susu Greenfields juga diekspor ke sejumlah negara di Asia, seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Hongkong, Myanmar, dan Kamboja.
Menurut Head of Dairy Manufacturing Southeast Asia PT Greenfields Indonesia Darmanto Setyawan, kesuksesan mereka memproduksi susu sapi selama 20 tahun tak lepas dari filosofi perusahaan yang memegang prinsip bahwa Greenfields merupakan satu rangkaian. "Kami mengontrol mulai dari sapi, pakan, anak sapi, manufacturing, distribusi, dan penjualan. Manajemen yang sama," ujarnya.
Head of Farm PT Greenfields Indonesia Heru Prabowo menyebutkan, produksi susu sapi mereka dimulai dari peternakan. Itu lah yang membuat mereka berbeda dengan merk susu nasional lainnya. "Merek lain dimulai dari pabrik pengolahan susu. Greenfields 100 persen peternakan sendiri. Karena itu mulai dari kualitasnya bisa fully controls. Sehingga kualitasnya beda," kata Heru.
Heru mengatakan, peternakan sapi Greenfields memiliki 8.700 ekor sapi perah jenis Houlstein, yang diimpor dari Australia. Menurut dia, kesegaran produk susu Greenfields turut dipengaruhi sejumlah faktor. Pertama, soal pakan yang menggunakan tiga komponen, yaitu rumput Alfalfa, jagung, dan konsentrat atau biji-bijian.
Dari tiga komponen itu, rumput Afalfa merupakan bahan utamanya. Rumput tersebut khusus diimpor dari Amerika Serikat, dengan harga per ton mencapai US$ 400. Sedangkan komponen lainnya merupakan produk lokal yang dibeli langsung dari petani yang menjadi mitra perusahaan.
Efek rumput tersebut, kata Heru, bagus untuk susu yang dihasilkan. Sebab, rumput yang hanya bisa tumbuh di negara empat musim itu, kaya akan serat dan baik untuk pencernaan sapi. "Ini komponen pakan yang harganya jadi tidak murah untuk menghasilkan produk susu bagus," ucap Heru.
Selain makanan, Heru menuturkan, pihaknya juga memperhatikan kualitas kandang sapi. Untuk sapi anak-anak dan yang masih produktif, kandangnya tertutup tapi memiliki tunnel ventilation. Di sana terdapat sejumlah kipas angin jumbo yang berfungsi untuk menghisap udara di dalam menuju luar kandang.
Dengan sirkulasi udara yang terus bergerak, kandang sapi di peternakan itu tidak memiliki bau yang menyengat meski terdapat kotoran di bawahnya. Di sisi lain, ia juga harus memperhatikan kualitas tidur sapi. Sebab, sapi yang tidur merupakan saat untuk menghasilkan susu. "Makin lama tidur, makin banyak menghasilkan susu. Tidak boleh kurang dari 15 jam berbaring," kata dia.
Tempat tidurnya pun ada dua jenis. Ada yang dari pasir dan matras. Untuk kenyamanan sapi, Heru menilai bahwa penggunaan pasir lebih baik. Tetapi, karena harus sering di-maintenance, pihaknya sedang uji coba penggunaan matras. Komponen matras itu terdiri atas busa setebal 10 sentimeter, dan menur atau kotoran sapi yang kering. "Kalau matras free maintenance," tuturnya.
FRISKI RIANA