TEMPO.CO, Jakarta - Likuiditas perbankan sepanjang semester I/2017 masih cukup baik. Namun, perbankan tetap harus menghadapi beberapa tantangan likuiditas pada tahun ini.
Direktur Manajamen Risiko dan Kepatuhan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ahmad Siddik Badrudin mengatakan, likuiditas menjadi faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan kredit. Sejauh ini, pergerakan pertumbuhan kredit siklusnya hampir sama dengan dana pihak ketiga (DPK).
“Untuk itu, tantangannya adalah bagaimana perbankan bisa meningkatkan DPK untuk ekspansi kredit,” ujarnya dalam acara seminar risiko likuiditas dan dampaknya kepada industri perbankan, Rabu, 3 Mei 2017.
Baca: Bank Mandiri Siapkan 10 Ribu Agen untuk Bansos Non Tunai
Di sisi lain, pertumbuhan DPK bank mendapatkan tantangan dari kebijakan pemerintah terkait kewajiban asuransi dan dana pihak ketiga harus memiliki surat berharga negara (SBN) dalam porsi tertentu.
Baca: Bank Mandiri Dukung Kemandirian Buruh Migran
Dampaknya, Siddik mengatakan, sampai Februari 2017 porsi investasi asuransi pada DPK sudah turun menjadi 15 persen dibandingkan dengan sebelumnya sebesar 23 persen. Jadi, hal itu punya pengaruh kepada likuiditas perbankan. “Untuk porsi investasi dana pensiun pada DPK menjadi 21 persen dibandingkan dengan sebelumnya sebesar 26 persen,” ujarnya.
Siddik menjelaskan, tantangan likuiditas perbankan tanah air lainnya yakni, tingkat kedalaman pasar uang yang masih cukup dangkal. “Untuk itu, dalam meningkatkan kedalaman pasar uang harus menjadi pekerjaan rumah bersama antara otoritas dan pelaku perbankan."
Meskipun begitu, sampai saat ini kondisi likuiditas perbankan Indonesia masih cukup baik dengan penempatan likuiditas bank pada Bank Indonesia sudah berada pada kisaran Rp402 triliun sampai dua bulan pertama tahun ini, sedangkan loan to funding ratio (LFR) berada pada posisi 87,35 persen.