TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhy Wijaya mengakui adanya perubahan adendum dalam kontrak kerja sama proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Perubahan tersebut lantaran konsorsium PNRI tak mampu memenuhi target mencetak 67 juta keping e-KTP pada 2011.
Ia menyebutkan hingga kepemimpinannya selesai pada 2012, terdapat enam perubahan adendum. "Tapi saya dengar sudah sampai 9 kali adendum," kata Isnu saat bersaksi dalam sidang lanjutan korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor, Jakarta, Kamis 4 Mei 2017.
Baca juga:
Sidang e-KTP, Bekas Dirut PNRI Akui Andi Narogong Atur Proyek
Ia berpendapat adendum tersebut selalu diubah agar konsorsium yang dipimpinnya tetap mendapat bayaran meski pekerjaan tidak sesuai target. Dari target 67 juta keping, Isnu mengatakan pihaknya hanya mampu mencapai 1,6 juta keping e-KTP.
Isnu mencontohkan tak tercapainya target disebabkan salah satu anggota konsorsium, PT Sandipala mengalami hambatan pengadaan mesin. Target pencetakan pun tidak tercapai. ia berdalih perubahan adendum agar target tercapai.
Baca pula:
Sidang E-KTP, Eks Dirut PNRI Beberkan Soal Pertemuan di Fatmawati
Argumen Isnu tak dapat diterima Jaksa KPK Abdullah Basir. Menurut Basir, perubahan adendum janggal. Ia mengatakan adendum hanya bisa dilakukan apabila terjadi perubahan spesifikasi yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Namun, Basir menilai perubahan adendum yang dilakukan konsorsium dilakukan untuk menyesuaikan target. Tujuannya, agar capaian kerja pengadaan e-KTP tersebut mampu dilakukan konsorsium. "Acuan di lapangan menjadi acuan mengubah perjanjian," kata Basir.
ARKHELAUS W.