TEMPO.CO, Tegal - Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) menanggapi keputusan Presiden Jokowi yang menginstruksikan penundaan larangan alat cantrang hingga akhir Desember 2017. Nelayan meminta pemerintah membentuk tim independen untuk menguji apakah cantrang memang merusak alam atau tidak. “Harus ada tim yang benar-benar independen,” kata Ketua PNKT, Susanto, kepada Tempo, Kamis, 4 Mei 2017.
Menurut Susanto, pernyataan bahwa alat tangkap cantrang merusak alam itu hanya berasal dari pihak Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) saja. Sebaliknya, pernyataan cantrang aman berasal dari nalayan. “Selama ini terkesan ada dua kubu yang berbeda persepsi. Nah, sekarang harus dibuktikan apakah cantrang merusak karang lingkungan, sesuai tuduhan KKP,” ujar dia.
Baca juga:
Kontroversi Cantrang, Pengamat Minta Jokowi Pertahankan Larangan
Dia mengatakan, tim itu bisa berasal dari sejumlah unsur, sepeti para pakar, akademisi, dan pemerintah itu sendiri. Bahkan, nelayan siap dilibatkan dalam tim penguji independen ini. “Kami siap dilibatkan,” katanya.
Ihwal pelarangan cantrang ini, nelayan sebenarnya masih berharap alat tangkap tersebut dilegalkan pemerintah. Sebab, untuk beralih ke alat tangkap lain, butuh biaya yang cukup besar hingga ratusan juta. Sementara, para pemilik kapal saat ini masih banyak yang terjerat hutang di bank. “Saat ini jumlah kapal cantrang di Kota Tegal mencapai 600 unit. Ada ribuan orang yang menggantungkan hidup dari kapal-kapal cantang itu,” katanya.
Baca pula:
Kisruh Cantrang, Jokowi Akan Tanya Susi Duduk Perkaranya
Soal Cantrang, PKB Minta Susi Pudjiastuti Dialog dengan Nelayan
Selama masa tunda ini, kata dia, pemerintah harus memberikan jaminan keamanan bagi nelayan kapal cantrang yang sedang melaut. Pasalnya, selama ini ada sebagian pemilik kapal yang tidak memberangkatkan kapalnya lantaran khawatir ditangkap aparat. “Jumlahnya mencapai ratusan kapal. Mereka tidak berani melaut. Akibatnya anak buah kapalnya pada menganggur, dan ada yang berpindah profesi,” katanya.
Salah seorang nalayan kapal cantrang, Tasroni, 32 tahun, mengaku selalu waswas saat sedang berlayar. Penjagaan aparat di tengah laut semakin diperketat. Dia khawatir ditangkap jika salah tempat menjaring ikan. “Pengawasan semakin ketat,” kata dia yang baru saja bersandar di Pelabuhan Jongor, Kota Tegal.
Akibatnya, hasil tangkapan menurun drastis. Sebab, para nelayan sekarang tidak sebebas dulu dengan adanya larangan cantrang ini. Dia berharap, pemerintahan Jokowi memberikan jaminan keamanan untuk para nelayan yang sedang mencari nafkah di laut. “Jangan sampai seperti nelayan asal Brebes dan Tegal yang ditangkap di perairan Sumatera,” katanya.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ