TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai sinergi pemerintah dengan swasta dalam skema pembiayaan infrastruktur sudah semakin dibutuhkan. Pasalnya, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, biaya yang dibutuhkan untuk membangun berbagai infrastruktur mencapai Rp 4.796 triliun. "Hanya 41,3 persen yang dapat dipenuhi APBN," katanya dalam sebuah acara diskusi di Jakarta Pusat, Kamis, 4 Mei 2017.
Untuk memenuhi kekurangan tersebut, kata Bambang, pemerintah berharap BUMN dan swasta ikut andil. Adapun persentase keterlibatannya adalah 22,2 persen oleh BUMN dan 36,5 persen swasta.
Baca: Kejar Proyek Infrastruktur, Pemerintah Siapkan Skema Pembiayaan
Namun, kata Bambang, dalam merealisasikan sinergi antara pemerintah dan swasta harus ada teritori yang jelas mengenai jenis infrastruktur yang perlu dibiayai anggaran negara ataupun swasta.
Dengan terbatasnya APBN dan APBD pemerintah, kata Bambang, seharusnya anggaran itu difokuskan dulu ke infrastruktur dasar yang kemungkinan kurang diminati sektor swasta, seperti jalan arteri, irigasi, dan sanitasi. "Jangan sampai dialokasikan terlalu banyak pada sektor yang bisa dikerjakan swasta, seperti jalan tol atau pembangkit listrik, terutama yang batu bara," ucapnya.
Bambang berujar, apabila pemerintah tidak bijak mengalokasikan anggaran, masyarakat akan merasa tidak mendapatkan manfaat. Dia menceritakan beberapa jalan di daerah yang kondisinya buruk.
Simak: PT SMI Targetkan Komitmen Pembiayaan Infrastruktur Rp 66 T
Menurut Bambang, biaya infrastruktur yang mencapai hampir Rp 5.000 triliun itu terlalu berlebihan bila melihat beberapa negara yang infrastrukturnya sudah cukup mapan, seperti Jepang, Cina, dan Australia. "Tapi kita bicara Indonesia yang infrastrukturnya jauh tertinggal. Dalam artian, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang dasar saja sudah kurang, apalagi berbicara untuk bersaing dengan negara lain," tuturnya.
Dia menuturkan ada beberapa fasilitas pemerintah untuk menyokong badan usaha, baik BUMN maupun swasta, agar dapat berperan dalam pembangunan. Untuk proyek-proyek yang memungkinkan secara komersial, tapi masih membutuhkan dukungan atau jaminan dari pemerintah, skemanya dilakukan melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Sedangkan untuk proyek pemerintah yang secara komersial internal rate of return (IRR)-nya tinggi, di atas 13 persen, tapi untuk melaksanakannya perusahaan BUMN atau swasta pemegang konsesi memiliki keterbatasan modal, pemerintah akan memfasilitasinya melalui program pembiayaan investasi non-anggaran pemerintah (PINA).
CAESAR AKBAR