TEMPO.CO, Jakarta – Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, mengomentari pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 yang mencapai 5,01 persen. Menurut dia, pertumbuhan itu termasuk stagnan. Tapi raihan tersebut tidak buruk jika dibandingkan dengan pertumbuhan negara-negara penghasil sumber daya alam.
”Pertumbuhan ekonomi praktis tertolong karena komoditas membaik, terlihat dari ekspor. Konsumsi rumah tangga, investasi swasta, dan pengeluaran pemerintah stagnan,” kata Chatib dalam akun Twitter miliknya, Jumat, 5 Mei 2017.
Chatib memperkirakan, dampak dari kenaikan harga komoditas baru akan terlihat pada konsumsi rumah tangga, penerimaan pajak, dan pengeluaran pemerintah dalam 2-3 triwulan ke depan. “Itu sebabnya pertumbuhan di triwulan III dan IV akan lebih baik dengan syarat investasi swasta dan belanja pemerintah naik,” tuturnya.
Baca: Pulau Jawa Beri Kontribusi Tertinggi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Namun, jika pertumbuhan ekonomi global tidak membaik dan ketidakpastian di dalam negeri meningkat, Chatib memprediksi investasi swasta tidak akan menunjukkan pertumbuhan yang positif. “Itu menahan swasta untuk investasi sehingga pertumbuhan ekonomi akan stagnan,” ujar ekonom dari Universitas Indonesia tersebut.
Hari ini, Jumat, 5 Mei 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 mencapai 5,01 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan I 2016, yang sebesar 4,92 persen. Namun angka itu lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan IV 2016, yang mencapai 5,02 persen.
Simak: Pemerintah Siapkan 600 Ribu Hektare Lahan Transmigrasi
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 didorong semua komponen pembentuknya. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen ekspor barang dan jasa, yakni 8,04 persen. Adapun komponen pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (PK-LNPRT) tumbuh 8,02 persen dan komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh 4,93 persen.
ANGELINA ANJAR SAWITRI