TEMPO.CO, Klaten – Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA di Kabupaten Klaten akan memperketat pengawasan terhadap kegiatan para siswa yang berbau kekerasan maupun vandalisme.
“Para kepala SMA akan semakin memperketat kegiatan yang mirip-mirip dengan itu (seperti konvoi, geng motor, dan lain-lain),” kata Ketua MKKS SMA Klaten, Kawit Sudiyono, saat dihubungi Tempo pada Jumat, 5 Mei 2017.
Baca: Usut Konvoi Pelajar di Klaten, Ini yang Akan Dilakukan Polisi
Jika ada siswa SMA dari Klaten yang turut dalam konvoi pelajar yang berujung rusuh di sejumlah wilayah Klaten pada Selasa, 2 Mei, Kawit mengatakan, sekolah siap memberikan pembinaan khusus.
“Kalau soal proses hukum, kami serahkan kepada pihak kepolisian. Sebagai pendidik, kami siap membina mereka agar berperilaku santun,” kata Kawit, yang juga Kepala SMA Negeri 1 Klaten.
Kawit memastikan tidak ada satu pun siswanya yang ikut konvoi merayakan pengumuman kelulusan. Justru sebaliknya, 11 siswa kelas XI SMAN 1 Klaten menjadi korban kebrutalan konvoi pelajar itu.
Simak : Polisi Tetapkan Satu Tersangka Kasus Konvoi Pelajar di Klaten
“Saat peristiwa itu terjadi (penyerangan terhadap 11 siswa kelas XI), siswa kelas XII di dalam lingkungan sekolah. Mereka sedang menyiapkan kegiatan bakti sosial yang sudah menjadi tradisi tiap lulusan,” kata Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMAN 1 Klaten, Aris Sutaka.
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, pelajar adalah manusia yang sedang tumbuh dan berkembang.
“Mereka masih labil. Termasuk yang melakukan penyerangan itu, mereka juga sedang dalam proses tumbuh. Jadi tidak boleh menggunakan pendekatan legal formal, langsung di KUHP, dikriminalkan,” kata Muhadjir saat mengunjungi SMAN 1 Klaten pada Kamis, 4 Mei 2017.
Muhadjir berharap Kepolisian Resor Klaten tidak terburu-buru menjatuhkan sanksi kepada para pelajar yang melakukan pelanggaran. “Kecuali sanksinya yang mendidik,” kata Muhadjir. Dia juga meminta Polres Klaten bekerja sama dengan Polres Sleman untuk mengumpulkan seluruh pelajar yang turut dalam konvoi berujung rusuh itu.
Baca juga: Marak Penolakan HTI, Said Aqil: Gubernur Harus Bisa Membina Warga
“Dikumpulkan, di-training, dibentuk mentalnya. Jangan-jangan mereka itu lebih baik lho dibanding anak-anak yang selama ini dianggap baik,” kata menteri pengganti Anies Baswedan itu. Sebaliknya, Muhadjir juga meminta sekolah memberikan sanksi yang keras terhadap siswa yang bandel.
“Tapi keras yang terukur, guru profesional tahu itu, bisa mengukur seberapa keras untuk mengobati anak seperti itu,” kata Muhadjir yang mengaku juga senang berkelahi semasa remaja.
Agar peristiwa kekerasan yang melibatkan pelajar tidak terus terulang, Muhadjir Effendy berharap pendidikan karakter di sekolah kembali ke basis agama. “Beragama ya setaat mungkin. Saya optimistis itu nanti bisa sukses. Selain guru agama, guru lain bisa turut membantu,” tuturnya.
DINDA LEO LISTY