TEMPO.CO, Jakarta -Subandi Sarjoko, Deputi Pembangunan Manusia Masyarakat dan Kebudayaan, Kementrian PPN/ Bappenas di Palangkaraya, Sabtu malam,6 Mei 2017 saat penutupan Rakernas Fatayat NU di Palangkaraya mengatakan jumlah gizi buruk anak di Kalimantan Tengah masih tinggi.
"Angka ini, 34 persen merupakan angka yang sangat tinggi dan pendekatanya bukan hanya dari sisi kesehatannya saja tapi dengan semua stakeholders," katanya.
Baca juga:
Ribuan Balita Depok Kurang Gizi, Rp 1,3 Triliun Ada di Bank
Dijelaskanya, berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) Bappenas, masih tingginya angka stunting di Kalteng ini karena kesadaran mengenai masalah gizi masih sangat rendah. Selain itu untuk daerah-daerah pedalaman hulu sungai, dengan maraknya pertambangan liar maka sumber protein seperti ikan menjadi hilang.
"Kondisi itu mengakibatkan ikan di sungai menjadi hilang. Kemudian makanan mereka juga tidak memenuhi standar gizi dan tingkat kesadaran masyarakat mengenai masih rendah, "jelasnya.
Jadi untuk mengatasinya, dari sisi pemerintah intervensinya bukan hanya dari Kementerian Kesehatan tapi misalnya sanitasi air bersih harus ada, pendidikan keluarga pendidikan sendiri seperti pemahaman tentang gizi ibu dan anak.
Silakan simak:
Keterbatasan Ekonomi, Kondisi Remaja Penderita Gizi Buruk ...
Hal ini terutamanya untuk anak gadis. Ia tidak boleh kekurangan gizi, sebab bila kelak dia menikah dan punya anak maka akan kekurangan gizi dan tak sehat "jelasnya.
Pemerintah pusat jelas dia sudah melakukan berbagai bantuan untuk mengatasinya seperti paket gizi, pemberian Vitamin A, program makanan tambahan dan dukungan sanitasi dan air bersih.
"Sanitasi dan air bersih itu sangat penting karena anak kalau sudah diare maka badanya gampang menjadi drop. ini yang harus diperhatikannya, "paparnya.
Untuk diketahui dari data Bappenas, secara nasional jumlah balita penderita stunting pada tahun 2016 mencapai 32 persen sedangkan Kalteng pada ditahun yang sama mencapai 34 persen.
KARANA WW