TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memperketat syarat permintaan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke Malaysia. Kementerian Ketenagakerjaan, melalui atase Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia, mewajibkan perusahaan atau majikan yang ingin menerima jasa TKI sudah mengantongi bukti pembayaran biaya kebijakan visa satu pintu atau visa with reference (VWR), cek kesehatan atau foreign worker centralized management system (FWCMS), dan izin imigrasi atau immigration security clearance (ISC).
“Approval baru dikeluarkan kalau ada bukti pembayaran. Kami tak akan melayani kalau tak ada bukti pembayaran,” kata Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan Soes Hindarno saat dihubungi Tempo, Ahad, 7 Mei 2017.
Baca: Soal Pungutan, Dubes Malaysia: Kalau TKI Kena Bayar, Sila Lapor
Kebijakan ini diterapkan setelah Kementerian Ketenagakerjaan mengirimkan surat kepada Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia melalui jalur diplomatik Kementerian Luar Negeri. Dalam surat tersebut, menurut Soes, Kementerian Ketenagakerjaan menanyakan respons pemerintah Malaysia terhadap keberatan penerapan tiga biaya tambahan yang membebani TKI atau perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS).
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Tahun 2011, biaya visa ke Malaysia hanya Rp 45 ribu per orang. Namun, sejak akhir 2014, muncul tiga biaya tambahan. Penerapan VWR membengkak menjadi Rp 882 ribu per TKI. Aturan FWCMS menambah biaya pengirim Rp 450 ribu dan ISC Rp 418 ribu per TKI. Penerapan tiga kebijakan baru itu menyebabkan ongkos pengiriman TKI membengkak hingga Rp 1,73 juta per orang.
Baca: TKI di Malaysia Makin Dibebani Pungutan, Ini Hitung-hitungannya
Sebenarnya, sesuai dengan kesepakatan Indonesia-Malaysia, seluruh biaya tersebut menjadi tanggung jawab majikan. Namun, dalam praktiknya, biaya itu dibebankan pada TKI atau PPTKIS. “Di beberapa tempat tak ada masalah karena memang dibayar majikan atau perusahaan peminta TKI. Namun ada daerah tertentu yang tak mengikuti kebijakan pemerintahnya,” ucapnya.
Sikap asosiasi perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia terbelah terhadap aturan pungutan tambahan itu. Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (APJTKI) Abdullah Basalamah mendukung aturan tersebut. Menurut dia, biaya tambahan itu dibayarkan majikan atau perusahaan swasta penyalur TKI di Negeri Jiran sesuai dengan aturan. Hanya, kata dia, biasanya PPTKIS menalangi lebih dulu supaya mempercepat proses pengiriman TKI. “Malaysia itu butuh banyak tenaga kerja, tak mungkin pemerintahnya main-main,” ujarnya.
Baca: Protes Pungutan TKI di Malaysia, Pemerintah Indonesia Menggertak
Adapun juru bicara Asosiasi Perusahaan Penempatan TKI (APPTKI) Sumatera Utara, Elis Sitorus, mengatakan perusahaan-perusahaan penyalur kecil paling dirugikan karena harus menanggung biaya hingga Rp 1,73 juta per orang, yang selanjutnya ikut menjadi beban masing-masing TKI. “Faktanya, semua ditanggung TKI dan perusahaan pengirim. Kalaupun ada majikan yang berbaik hati, itu hanya memberikan potongan biaya atau subsidi dari harga total,” katanya. “Kami pernah protes dengan tak mengirim TKI, tapi asosiasi lain tetap mengirim ke Malaysia. Jadi mereka (majikan) tak takut.”
FRANSISCO ROSARIANS