INFO PURWAKARTA - "Masjid Raya Cilodong ini insya Allah akan selesai medio Desember. Dananya Rp 38 miliar," kata Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi setelah melakukan acara tablig akbar pertanda dimulainya pembangunan Masjid Raya Cilodong, Jumat, 12 Mei 2017. Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, menyulap lahan bekas areal rumah bordil Cilodong, yang berlokasi di Jalan Raya Cikopo, Purwakarta, menjadi kawasan Masjid Raya Cilodong.
Menurut Kang Dedi, sapaan akrab Dedi Mulyadi, masjid raya tersebut akan dibangun dengan arsitektur Sunda, terutama dengan ciri khas Purwakarta. "Menaranya bercirikan tusuk sate maranggi," ujarnya. Di bagian depan akan dibangun taman air mancur yang indah, memiliki tiga pintu gerbang dengan ketinggian 17 meter, trotoar berukuran 4-6 meter, dan di bagian belakang dibangun Museum Maranggi dan kantin sate maranggi.
“Jadi, kalau ihwan dan akhwat dari daerah mana pun yang berkunjung ke Masjid Raya Cilodong bisa sambil berwisata religi," tuturnya. Dengan pembangunan ini, stigma negatif yang semula melekat di kawasan Cilodong akan dilupakan dan hilang dengan sendirinya.
Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Aep Duraohman menambahkan, Masjid Raya Cilodong akan dibangun di area seluas 9 hektare. “Bangunan masjidnya seluas 5.200 meter persegi dan berlantai dua. Kemudian 1.800 meter persegi untuk taman, dan memiliki daya tampung 2.200 orang," ujarnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin, yang menjadi penceramah dalam acara tablig akbar peletakan batu pertama Masjid Raya Cilodong, memuji kepiawaian Kang Dedi dalam membangun Purwakarta dengan penuh keseimbangan. Program pembangunannya dilakukan seimbang antara pembangunan fisik dan karakter atau kebudayaan. Kang Dedi berhasil melakukan pembangunan karakter melalui pendekatan kebudayaan Sunda yang diwujudkan di pelosok pedesaan sampai di sudut kota.
Baca Juga:
“Kini giliran membangun masjid dan dilakukan di lokasi bekas prostitusi," kata Maruf. Ia mengatakan membangun fisik itu tidak terlalu susah ketimbang membangun kebudayaan. "Membangun kebudayaan itu diperlukan proses. Kalau fisik, asal ada uang bisa langsung dikerjakan," tuturnya.
Berbagai program pembangunan di Purwakarta pun nyaris tanpa ganjalan. Sebab, Kang Dedi dengan dengan para alim ulama. "Kang Dedi hubungannya dekat sekali dengan ulama sehingga terjadi ketenangan di kalangan umat," ucapnya. Bahkan, kata Maruf, kedekatan Kang Dedi bukan saja dengan para kalangan alim ulama, tapi juga dengan para tokoh agama lain, seperti Katolik, Protestan, Budha, Hindu, dan Kong Khu Cu. (*)