TEMPO.CO, Jakarta - Demi memastikan investasinya berjalan lancar, delegasi Uni Emirat Arab meminta jaminan investasi ke Presiden Joko Widodo. Disampaikan dalam pertemuan di Istana Kepresidenan sore ini, delegasi Uni Emirat Arab meminta jaminan investasi berupa investment protection.
Baca: Pertemuan Raja Salman dan Jokowi Hasilkan 11 Kesepakatan
"Mereka meminta hal itu ditandatangani secepat mungkin agar bisa segera bekerjasama," ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar usai menemani Menteri Energi Uni Emirat Arab Suhail Mohammed Faraj Al-Mazroui bertemu Presiden Joko Widodo, Kamis, 18 Mei 2017.
Baca: Investasi Arab Saudi Kecil, Jokowi Menyesal Payungi Raja Salman?
Arcandra melanjutkan, jaminan investasi itu nantinya terdiri dari berbagai bentuk. Ia enggan menyebutkan segala bentuk yang diminta Uni Emirat Arab, tetapi salah satunya terkait nasionalisasi terhadap perusahan-perusahaan Uni Emirat Arab yang berinvestasi di Indonesia.
Baca: Investasi Negara-negara IORA Naik 13,4 Persen di Indonesia
Uni Emirat Arab, kata Arcandra, tidak ingin perusahaan mereka di Indonesia dinasionalisasi ketika suatu saat terjadi masalah pasca investasi berjalan. Oleh karenanya, hal itu termasuk yang diminta sebagai jaminan. "Hal seperti itu juga diminta negara-negara lain. Qatar juga begitu. Ini sudah termasuk international trend," ujar Arcandra menegaskan.
Arcandra menambahkan bahwa Uni Emirat Arab meminta proteksi setidaknya untuk tiga macam investasi atau kerjasama. Investasi atau kerjasama pertama berkaitan dengan sektor migas seperti pembelian migas secara langsung dari ADNOC (Abu Dhabi National Oil Company) kepada Pertamina hingga pengerjaan lapangan Ruby, Blok Sebuku, oleh Mubadala.
"Ada keinginan Mubadala berinvestasi di hulu, bekerjasama dengan Pertamina. Delegasi UAE juga mengundang Pertamina untuk investasi di Dubai," ujar Arcandra melengkapi.
Investasi selanjutnya, yang perlu diproteksi menurut Uni Emirat Arab, adalah investasi di bidang energi terbarukan. Arcandra menyebut Masdar, dari Uni Emirat Arab, tertarik untuk berinvestasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia. Sebagai catatan, Uni Emirat Arab sudah lama menerapkan PLTS secara luas. Bahkan, dengan harga yang murah yaitu 3 sen per kWh.
Adapun investasi ketiga adalah investasi dalam hal pengolahan pelabuhan. Dubai Port World ingin bekerjasama dengan Pelindo 3 untuk investasi teknologi dan perlatan pengolahan pelabuhan. "Ada sejumlah syarat yang mereka ajukan, tetapi itu bisa diselesaikan lewat pembahasan," ujarnya.
Apabila ketiga investasi itu lancar dan sesuai harapan UAE, Arcandra memperkirakan nilai investasi UAE ke Indonesia akan naik maksimal 3 kali lipat. Dari yang awalnya hanya US$ 2 miliar, diperkirakan bisa naik antara US$ 5 miliar atau US$ 7 miliar. "Keuntungan bagi Indonesia nanti tidak hanya dalam bentuk uang masuk, tetapi juga penambahan lapangan kerja serta pertumbuhan ekonomi," ujarnya mengakhiri.
ISTMAN MP