TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyinggung buruknya neraca perdangan Indonesia dengan Swedia dalam kunjungan Sri Baginda Raja Swedia Carl XVI Gustaf. Di hadapan Raja Gustaf, Jokowi menyebut neraca perdagangan Indonesia dengan Swedia dalam posisi defisit.
"Swedia merupakan mitra dagang terbesar Indonesia di Kawasan Nordic (Eropa Utara), walaupun Indonesia selalu mengalami defisit," ujar Jokowi dalam pembukaan pertemuan bilateral di Istana Bogor, Senin, 22 Mei 2017.
Baca: Bersama Jokowi, Raja Swedia Lihat Patung Tangan Tuhan di Bogor
Mengacu pada data Kementerian Perdagangan Indonesia, neraca perdagangan Indonesia-Swedia selalu dalam posisi defisit lima tahun terakhir ini. Tahun lalu, misalnya, ekspor Indonesia ke Swedia adalah US$ 144 juta sementara impor dari Swedia mencapai US$ 526 juta yang berarti ada defisit US$ 381 juta atau setara -21,13 persen.
Baca: 4 Ide Jokowi Mengatasi Terorisme di Dunia
Padahal, dalam lima tahun terakhir itu juga, nilai impor dari Swedia terus menurun. Sebagai perbandingan, di tahun 2012, nilai impor dari Swedia mencapai US$ 1,2 miliar sementara di tahun 2016 adalah US$ 526 juta. Namun, Indonesia tak pernah berhasil mengejar ketertinggalan dalam jumlah besar.
Jokowi tidak memperinci penyebab di balik defisitnya perdagangan Indonesia dengan Swedia. Ia hanya menyampaikan bahwa ia yakin kerjasama ekonomi Indonesia dan Swedia masih bisa ditingkatkan mulai dari investasi, energi, hingga lingkungan hidup.
Secara terpisah, Raja Gustaf menyampaikan bahwa Indonesia dan Swedia dalam hubungan yang baik terlepas dari neraca perdagangan yang timpang. Ia menegaskan, Swedia tetap berkomitmen untuk menjaga kerjasama dengan pemerintahan Jokowi ke depannya.
ISTMAN MP