TEMPO.CO, Jakarta - S&P Global Ratings, lembaga pemeringkat baru saja menempatkan Indonesia dengan peringkat layak investasi. Chief Economist PT Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy mengatakan status tersebut berdampak pada perluasan basis investor. Menurut Leo, kenaikan peringkat dari S&P membuka peluang lebih besar bagi negara lain untuk menanamkan modalnya ke Indonesia.
"Negara yang konservatif seperti Jepang memiliki peluang masuk karena sudah ada tiga lampu hijau," katanya di Plaza Mandiri, Jakarta, Selasa, 30 Mei 2017. Sebelum S&P, dua lembaga pemeringkat lain, yaitu Moody’s dan Fittch, sudah lebih dulu menyematkan status layak investasi.
Baca: Pasca S&P Naikkan Rating, Dana Investasi Capai Rp 108 Triliun
Analis Fix Income Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan peluang tersebut seharusnya dimanfaatkan untuk memperbesar porsi obligasi pemerintah. Dia memprediksi obligasi akan semakin tumbuh. Hingga Mei 2017, obligasi Indonesia tumbuh di kisaran 8,5 persen.
"Saat ini obligasi Indonesia masih positif, yield-nya juga lebih menarik," kata Handy.
Berdasarkan data Mandiri, yield obligasi selama 10 tahun pemerintah mencapai 6,95 persen per 29 Mei 2017. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan negara Asia, seperti India 6,66 persen dan Vietnam 6 persen. Sedangkan yield Filipina 5,16 persen, Malaysia 3,87 persen, Cina 3,75 persen, Thailand 2,63 persen, Singapura 2,12 persen, Hong Kong 1,32 persen, dan Jepang 0,04 persen.
Baca juga: Bos S&P Bertemu Menteri Luhut, Tanyakan Soal Pilkada DKI
Meski demikian, Handy melihat ada sentimen yang perlu diwaspadai seperti politik pemilihan umum di sejumlah negara Eropa dan Brexit. Devaluasi Yuan juga perlu diperhatikan. Sentimen lainnya adalah peningkatan Fed Fund Rate (FFR) dan depresiasi nilai tukar.
VINDRY FLORENTIN