TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen Jakarta (AJI Jakarta) meminta Kepolisian Daerah Metro Jaya mengusut kasus dugaan kekerasan yang dilakukan protokoler Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terhadap wartawan Rakyat Merdeka online (RMOL), Bunaiya Fauzi Arubone. Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim mengatakan tindakan kekerasan ini mengancam kebebasan pers dan bertentangan dengan Undang-Undang Pers.
AJI Jakarta mendesak pelaku diproses hingga ke pengadilan. “Pelaku kekerasan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan tanpa hukuman. Tidak ada yang kebal hukum di negeri ini,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu, 31 Mei 2017.
Nurhasim menyayangkan kekerasan yang dilakukan protokoler Kementerian Pekerjaan Umum ini. Pasalnya, Bunaiya seorang jurnalis yang tengah meliput kegiatan, bukan melakukan pidana.
Menurut Nurhasim, aksi kekerasan ini bisa dijerat dengan pasal pidana dan termasuk tindakan yang menghalangi-halangi terlaksananya kemerdekaan pers. Pasal 18 Undang-Undang Pers menyebut menghalangi terlaksananya kebebasan pers bisa dipenjara dua tahun atau denda Rp 500 juta. “AJI mendukung korban menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan dalam kasus kekerasan ini,” ujarnya.
AJI mendesak Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menghukum pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Hukuman ini dimaksudkan agar pelaku dan petugas keamanan lainnya tidak mengulangi tindakan yang sama di masa depan. “Bila tidak dihukum, bukan tidak mungkin kekerasan serupa akan berulang. Menteri juga harus mendidik anak buahnya agar mereka memahami Undang-Undang Pers,” ucap Nurhasim.
Insiden ini terjadi di Ruang Serbaguna Lantai 17 Gedung Utama Kementerian Pekerjaan Umum saat Bunaiya hendak memotret Basuki yang membagikan plakat di acara pengukuhan Pengurus Badan Kejuruan Teknik Lingkungan Persatuan Insinyur Indonesia periode 2017-2020. Namun, di saat bersamaan, petugas protokoler meminta Bunaiya menyingkir lantaran hendak menaruh gelas.
Bunaiya meminta izin memotret terlebih dahulu. Namun petugas protokoler itu justru menghardiknya. Merasa dihina, Bunaiya pun menanyakan maksud perkataan tersebut. Setelah itu, petugas protokoler malah mencekik sambil mendorongnya ke luar ruangan.
Tindakan petugas protokoler dan keamanan ini, kata Nurhasim, sudah keterlaluan dan menunjukkan arogansi. Bukan hanya tidak paham Undang-Undang Pers, tapi pelaku diduga merasa dekat dengan kekuasaan sehingga melecehkan profesi jurnalis. “Tindakan mereka menunjukkan pelaku tidak menghormati profesi jurnalis yang sedang bekerja untuk kepentingan publik,” tuturnya.
Kementerian PUPR sudah meminta maaf atas kejadian tersebut.
AHMAD FAIZ