TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF) memastikan bahwa warga negara Indonesia (WNI) yang masuk salah satu daftar pencarian orang (DPO) kepolisian nasional Filipina terkait penyerbuan di Marawi atas nama Yoki Pratama Windyarto, bukan karyawannya.
"Yoki pernah menjadi Pegawai Kontrak Waktu Tertentu (PKWT) di GMF sejak 26 Desember 2016 dan mulai tidak aktif bekerja sejak 27 Februari 2017, ujar Vice President Corporate Secretary GMF M Arif Faisal dalam rilis, Sabtu, 3 Juni 2017.
Baca juga: Yoki Diduga Ikut Serbu Marawi, Eni Yakin Anaknya Bukan Teroris
Arif mengungkapkan, Yoki masuk sebagai PKWT di GMF melalui proses recruitment sesuai prosedur yaitu psikotes, interview user, tes kesehatan hingga security clearence dan pantukhir (penentuan tahap akhir). "Semua hasil menunjukkan bahwa yang bersangkutan lulus sebagai PKWT GMF," katanya.
Setelah lulus tes, Yoki ditempatkan dalam program On Job Training di unit Engine Maintenance sebagai Trainee for Senior Engine/APU Maintenance Engineer. Arif juga mengatakan bahwa dalam kesehariannya yang bersangkutan tidak menunjukkan tanda-tanda yang ganjil. "Perilakunya cukup baik dan tidak pernah bermasalah dalam perkerjaan," katanya.
Menurut Arif, sesuai prosedur kontrak PKWT di GMF, PKWT yang tidak masuk kantor dalam waktu 5 hari berturut-turut tanpa keterangan dapat dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Oleh karena itu, setelah melakukan proses pencarian termasuk klarifikasi ke keluarga, dan mendapat surat Keterangan Hilang dari Kepolisian, GMF secara resmi mengeluarkan surat PHK terhadap Yoki tanggal 4 April 2017.
Simak pula: Bombardir Maute, Militer Filipina Justru Tewaskan Tentara Sendiri
Arif menambahkan bahwa GMF sebagai perusahaan maintenance, repair, and overhaul kelas dunia yang seluruh karyawannya adalaah putra-putri bangsa selalu berkomitmen dalam menjalankan prosedur kepegawaian sejak perekrutan hingga proses pekerjaan sehari-hari.
"GMF juga senantiasa menjunjung tinggi budaya perusahaan yang berlandaskan nasionalisme melalui berbagai program rutinnya seperti upacara bulanan, dan briefing pagi setiap harinya untuk memastikan kondisi dan kesiapan setiap personel," tambahnya.
Arif menambahkan, "Manajemen GMF juga berkomitmen untuk bersikap kooperatif dan mendukung pihak-pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut jika diperlukan."
Lihat juga: Kemlu: 17 WNI yang Terjebak di Marawi Filipina untuk Berdakwah
Sebelumnya diberitakan bahwa Yoki, 21 tahun, asal Desa Klampok, Kecamatan Purwareja Klampok, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, diduga terlibat dalam jaringan teroris Maute yang menyerbu Kota Marawi, Filipina Selatan. Bersama enam warga negara Indonesia lain, Yoki kini masuk DPO Philippine National Police.
Ibunda Yoki, Eni, 49 tahun, meyakini bahwa anaknya tidak terlibat dalam jaringan teroris Maute. “Saya yakin anak saya tidak terlibat, karena saya kenal anak saya. Dia perilakunya baik, tidak merokok, dan jarang keluyuran,” kata Eni saat ditemui di rumahnya, Kamis, 1 Juni 2017.
Dia pun berharap masyarakat tidak gegabah menilai anaknya sebelum ada kejelasan mengenai keterlibatan Yoki dalam penyerangan tersebut. Meski begitu, Eni mengaku lega dengan adanya pemberitahuan soal Yoki. Sebab, dengan begitu, ia bisa mengetahui keberadaan anak sulungnya. Eni terakhir kali bertemu dengan anaknya itu pada pertengahan Februari 2017. Sejak 27 Februari 2017, Eni tidak lagi berkomunikasi dengan anaknya itu.
ANTARA