TEMPO.CO, Jakarta - Museum Nasional Indonesia menyelenggarakan Pameran Lahirnya Pancasila untuk memperingati hari Pancasila yang ke-72. Perhelatan ini atas kerjasama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan Gerakan Nasional Cinta Tanah Air (GENTA).
"Pameran ini menampilkan berbagai arsip yang memiliki nilai sejarah yang tinggi dan bertujuan untuk merevitalisasi ajaran Bung Karno," ujar Triana Wulandari, Direktur Sejarah dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, terkait pameran lahirnya Pancasila di Museum nasional Indonesia.
Baca juga:
Tinjau Museum PDRI yang Mangkrak, Mendikbud: Belum Ada Keputusan
Pameran dibuka dengan tarian daerah dari tiga propinsi yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta, dan Kalimantan Barat. Masing masing tarian dimainkan oleh dua anak perempuan. Lalu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza oleh semua tamu yang hadir dan pembacaan teks proklamasi oleh lima orang anggota Direktorat Jenderal Kebudayaan. Aktor Tio Pakusadewo hadir dan berperan sebagai Soekarno, ia membacakan teks pidato Soekarno yang pernah dibacakan pada saat sidang Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) 1 Juni 1945.
"Aslinya, proses pembacaan pidato itu berlangsung cukup lama karena teksnya ada 27 halaman. Dan baru pada halaman 12 Soekarno menyampaikan tentang dasar negara Indonesia," kata Mustari Irawan, Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Menurut Mustari, pameran ini bisa memberikan gambaran bagaimana negara ini dibangun berdasarkan keberagaman. Contohnya pada saat rapat BPUPKI itu anggota-anggotanya berasal dari berbagai suku. "Bahkan ada yang keturunan Arab dan Tionghoa," kata Mustari. Pameran ini, lanjut Mustari, diharapkan bisa membangkitkan lagi rasa nasionalisme dan dalam kesempatan ini ANRI mengusulkan agar pemikiran pemikiran Soekarno ini dapat diterima oleh dunia internasional seperti tokoh tokoh dari Asia lainnya, misalnya Sun Yat Sen, Bapak Republik Rakyat Tiongkok, yang pemikirannya sudah dikenal luas oleh kancah dunia.
"Kita akan menjadi bangsa yang melupakan masa lalu kalau tidak belajar sejarah. Bagaimana kita bisa menjadi bangsa yang besar kalau begitu?" kata Mustari.
Sebelum pameran ini dibuka, ada acara gunting pita oleh perwakilan Direktorat Jenderal Kebudayaan dan Mustari Irawan. Pameran di Museum Nasional Indonesia ini sendiri menampilkan koleksi koleksi ANRI seputar kelahiran Pancasila seperti agenda acara sehari sebelum sidang BPUPKI, susunan acara pembukaan sidang BPUKI, ucapan perayaan dari Jenderal Itagaki Saisiroo dalam pembukaan sidang BPUPKI, foto foto anggota BPUPKI, dan masih banyak lagi koleksi koleksi berharga. Ada juga buku buku tentang Pancasila dari Perpustakaan Nasional dan Indonesia.
"Seluruh arsip ini tidak bisa dinilai dengan materi. Semoga generasi muda bisa belajar lebih banyak bagaimana Pancasila dilahirkan," kata Mustari.
BAYU PUTRA I S. DIAN ANDRYANTO