TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Esti Wijayati mendesak Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk mengevaluasi seluruh aktivitas organisasi Gerakan Pramuka terkait dengan masuknya paham radikal. Termasuk juga mencopot Adhyaksa Dault dari jabatannya selaku Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka.
“Jadi tidak hanya harus mengganti beliau (Adhyaksa), tapi juga mengevaluasi sejauh mana kegiatan pramuka hingga di sekolah-sekolah,” kata Esti, politikus PDI Perjuangan, saat dihubungi, Senin 5 Juni 2017.
Baca juga:
Petisi Copot Adhyaksa Dault dari Ketua Pramuka Terus Bergulir
Adhyaksa Berharap Pemerintah Lebih Memperhatikan Pramuka
Esti, anggota Komisi Pendidikan dan Olahraga (Komisi X) DPR, menjelaskan ada sinyal-sinyal masuknya paham radikal itu ke dalam organisasi kepramukaan. Menurutnya, kondisi ini mengkhawatirkan.
“Ada kekhawatiran dalam pramuka, mulai ada sinyal-sinyal masuknya paham yang sesungguhnya tidak sesuai itu masuk di jaringan anak-anak melalui pramuka,” ujarnya.
Kekhawatiran Esti itu sudah disampaikan ke pemerintah pada Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Menteri Pemuda dan Olah Raga Imam Nahrawi, Senin 29 Mei 2017. Rapat itu membahas kebutuhan tambahan anggaran Rp 61,565 miliar pada APBN 2017.
“Dengan melihat berita, menyaksikan videonya, kami dengan tegas mengusulkan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga untuk mengganti Ketua Kwartir Nasional. Usulan itu tidak perlu dikaji lagi karena sudah jelas pernyataan beliau di media massa. Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka seharusnya menjaga NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 1945, tetapi kita melihat beliau berpihak atau setuju dengan prinsip yang berbeda dari NKRI,” kata Esti kepada Menteri Imam Nahrawi.
Esti menyatakan semua usulan penambahan anggaran untuk Kwartir Nasional Gerakan Pramuka harus ditunda sampai ada pergantian ketua. Setiap tahun, anggaran APBN untuk Kwarnas Gerakan Pramuka sekitar Rp 40 miliar.
“Saya mendapat dukungan dari Fraksi PDI Perjuangan untuk mengevaluasi Gerakan Pramuka,” katanya.
Esti menjelaskan pemerintah tidak harus menunggu Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka untuk mengevaluasi. Presiden Joko Widodo selaku Ketua Majelis Pembimbing Nasional (Mabinas) Gerakan Pramuka, kata dia, memiliki kewenangan untuk menentukan nasib Adhyaksa Dault.
“Ini perlu didiskusikan lebih lanjut karena pemerintah pun tegas soal HTI,” katanya.
Bulan lalu beredar video kehadiran Adhyaksa Daut pada acara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Gelora Bung Karno, Jakarta pada tahun 2013. Di dalam video, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004–2009) itu diwawancarai seorang pria yang mengenakan baju bertuliskan HTI Channel.
Adhyaksa Dault mengatakan orang yang menyebut khilafah itu utopis adalah orang gila.
"Tanpa atau ada peran kita, khilafah pasti berdiri," ujarnya.
Adhyaksa menyatakan khilafah tak akan bisa dicegah.
"Cuma bagaimana kita ikut proses itu, caranya macam-macam, cara saya dan Anda berbeda," tutur Adhyaksa melanjutkan.
Menurut Esti, pernyataan Adhyaksa di acara HTI tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka yang seharusnya berdasarkan Pancasila, Negara Kesatuan RI, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika.
Oleh karena itu, ujar Esti, evaluasi Gerakan Pramuka menjadi hal penting lantaran pemerintah mulai merencanakan pemubaran HTI. Dia meminta pemerintah mengantisipasi indikasi kegiatan HTI yang masuk ke sekolah-sekolah .
“Ini seiring dengan pembubaran HTI, tentu juga sesuai dengan kajian pemerintah,” kata Esti
Di Istana Kepresidenan Bogor, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta mantan menteri yang diduga pernah mendukung HTI untuk mengklarifikasi langsung kepada Menkopolhukam, polisi dan jaksa.
Menurut Tjahjo, video yang beredar dan memuat wawancara yang melibatkan mantan menteri itu akurat sekali.
"Soal tahun kapan-tahun kapan kan terus berputar terus," kata Tjahjo, mantan Sekjen PDI Perjuangan, tanpa menyebut nama mantan menteri tersebut.
"Biar dia berklarifikasi sendiri. Kita sudah sama-sama dewasalah," ujar Tjahjo.
Adhyaksa Dault sudah mengklarifikasi persoalan itu melalui siaran pers dan video yang berapi-api . Menurut dia, pernyataan bahwa dia anti-Pancasila dan anti-NKRI merupakan fitnah.
Dia mengungkapkan di mana pun dia pergi selalu disampaikan kepada generasi muda agar mempertahankan dan merawat Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Simak juga: Adhyaksa Mengganti Lima Pimpinan Pramuka, Begini Alasannya
Lalu soal khilafah Islamiyah, Adhyaksa menjelaskan memang ada hadisnya soal itu tapi bukan khilafah yang meniadakan negara, bukan juga khilafah versi Hizbut Tahrir, ISIS, dan sebagainya.
"Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika harus dipertahankan dan dirawat untuk generasi selanjutnya," kata Adhyaksa yang tahun 1999-2002 menjadi Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia.
Adhyaksa Dault mengaku melalui whatsapp (WA) telah minta waktu bertemu dengan Menteri Tjahjo Kumolo.
ARKHELAUS W