TEMPO.CO, Jakarta - Tim bentukan Sub-Komisi Pemantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM telah menyelesaikan laporan investigasi sementara mereka untuk kasus penyerangan terhadap penyidik utama KPK, Novel Baswedan. Mereka menemukan indikasi terjadinya diskriminasi dalam penanganan kasus ini oleh kepolisian.
Ketua tim itu, Maneger Nasution, mengatakan fokus utama dalam investigasi lembaganya adalah mencari indikasi pelanggaran HAM. Dalam pengumpulan informasi, kata dia, tim mencurigai tidak ditemukannya sidik jari pada cangkir kaleng yang digunakan pelaku untuk menyiramkan air keras ke wajah Novel Baswedan pada 11 April lalu. Polisi juga tak dapat mengidentifikasi pelaku dari pelacakan kamera keamanan di rumah Novel. “Penanganan seperti ini tak terjadi pada kasus tindak pidana lainnya, seolah ada perlakuan yang berbeda dalam menyelidiki kasus Novel,” kata Maneger kepada Tempo.
Baca juga:
57 Hari Kasus Novel Baswedan, Teka-teki Sidik Jari hingga Saksi
Kepolisian memang mengaku kesulitan mengungkap penyerang Novel dari olah tempat kejadian perkara. Mereka sempat memeriksa empat orang yang dicurigai sebagai pelaku, tapi belakangan dibebaskan karena minim bukti dan memiliki alibi kuat. Tempo menelusuri tiga orang, di antaranya Hasan Hunusalela, Muklis Ohorella, dan Ahmad Lestaluhu. Tiga pemuda asal Kampung Lama, Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah, ini terhubung dengan anggota reserse Polda Metro Jaya. (Koran Tempo, 5 Mei 2017)
Sepekan pasca-kejadian, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, telah menyatakan timnya kesulitan menemukan sidik jari para pelaku. “Cangkir tempat air raksa itu gagangnya kecil, kami susah mendapatkan dari situ,” ujarnya pada Senin, 17 April lalu.
Baca pula:
Kasus Novel Baswedan, Komnas HAM: Dilakukan Orang Terlatih
Argo memberikan keterangan berbeda. Dia mengatakan sidik jari bukannya hilang, melainkan tak terdeteksi saat diuji di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri. Menurut dia, sidik jari mungkin terhapus akibat reaksi kimia dari air keras yang terpapar pada cangkir berbahan seng tersebut. “Isi cangkirnya kan H2SO4.”
Seorang penyelidik Polda Metro Jaya mengatakan timnya langsung menaburkan serbuk hitam—salah satu metode umum dalam proses identifikasi—pada cangkir tersebut agar jejak sidik jari terjaga. Namun, kata dia, sebagian besar permukaan cangkir telah terkena tumpahan asam sulfat sehingga identifikasi tak dapat dilakukan.
Silakan baca:
Polisi Tunggu Rencana Pembentukan TGPF Novel Baswedan
Sejumlah tetangga Novel Baswedan yang menyaksikan proses olah tempat kejadian perkara tak melihat polisi menaburkan bubuk hitam tersebut. Seorang saksi mengatakan petugas kepolisian mengangkat cangkir tersebut menggunakan kertas koran yang diselipkan ke sela-sela gagang. “Lalu oleh polisi dimasukkan ke kantong plastik,” kata dia. Seingat dia, tak semua bagian pada cangkir tersebut basah oleh cairan.
Pakar kimia dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Agus Suryana, mengatakan H2SO4 atau asam sulfat dalam air keras memang bersifat korosif. Seng yang terpapar cairan tersebut dapat berkarat dan berpotensi menghilangkan sidik jari.
Namun, menurut dia, korosi hanya akan terjadi jika logam yang terpapar air keras dibiarkan lebih dari satu hari. “Kalau hanya terciprat atau tersiram, seharusnya sidik jari tetap ada,” ujarnya.
TIM TEMPO