TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan, polisi menelusuri identitas dan jaringan kombatan asal Indonesia yang ikut bertempur di Marawi, Filipina selatan.
Berdasarkan rilis kepolisian Filipina, tercatat 7 WNI yang ikut perang di Marawi. Mereka adalah Anggara Suprayogi, Yayat Hidayat Tarli, Al-Ikhwan Yushel, Yoki Pratama Windyarto, Mochamad Jaelani Firdaus, Muhammad Gufron, dan Muhammad Ilham Syahputra.
Baca pula:
Mantan Milisi Moro Asli WNI Ini Cerita tentang Marawi
Menurut Setyo Wasisto, hingga saat ini Polri baru menangkap seseorang berinisial RS di Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta. Polisi menduga yang bersangkutan berperan membiayai keberangkatan Anggara, Yoki, Yayat, dan Al-Ikhwan ke Marawi. Namun, polisi belum bisa memastikan asal uang RS senilai US$ 7.500 yang ditransfer dalam dua tahap tersebut. “Masih ditelusuri (kaitan dengan kelompok JAD),” katanya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT Suhardi Alius mensinyalir ada lebih dari 40 warga negara Indonesia (WNI) yang diduga bergabung dan terlibat dalam aksi teror di Marawi.
Baca:
Polisi Tangkap Terduga Teroris di Gunungkidul, Terkait Marawi?
Mantan anggota Front Pembebasan Islam Moro (MILF) Filipina, Ali Fauzi, membenarkan pernyataan Suhardi Alius. Menurut Ali, sebagian besar simpatisan yang bergabung ke Marawi berasal dari Jamaah Ansharud Daulah (JAD) wilayah Pulau Jawa.
“Yang terbesar dari Jawa Barat, kemudian dari Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Sulawesi Selatan,” kata Ali ketika ditemui di Lamongan, Rabu, 7 Januari 2017. Di Moro, ia adalah instruktur peracik bom. Ali merupakan adik kandung terpidana mati bom Bali, Amrozi, dan terpidana seumur hidup, Ali Imron.
Baca juga:
BNPT: Kombatan Indonesia di Marawi Anggota JAD
Menurut Ali, pendudukan Kota Marawi oleh kombatan itu memiliki sejarah panjang dalam kurun 30 tahun terakhir. Gerakan di Filipina selatan itu didukung jaringan global antar-negara, di antaranya JAD dari Indonesia.
TIM TEMPO