TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap pajak, Handang Soekarno, yang menjabat Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan, Direktorat Penegakan Hukum di Direktorat Jenderal Pajak mengakui menerima uang Rp 6 miliar dari Country Director PT EK Prima Ekspor (EKP) Indonesia karena empat alasan. Hal itu diungkapkannya dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 14 Juni 2017.
"Saya mau terima janji Rp 6 miliar itu karena ada kebutuhan untuk disampaikan atasan. Pak Dirjen minta saya ikut membantu terkait uji materi UU Tax Amensty di MK," kata Handang dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 14 Juni 2017.
Baca juga: Sidang Suap Pajak, Direktur EKP Akui Minta Bantuan Handang
Uang Rp 6 miliar tersebut merupakan komitmen yang akan diterima Handang dari Ramapanicker Rajamohanan Nair atas bantuan mengurus pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai tahun 2014 sebesar Rp 52,36 miliar. Jumlah Rp 6 miliar itu merupakan 10 persen dari nilai pokok SPT PPN ditambah sanksi sebesar 1 persen dari pokok.
Hakim Franky Tambuwun menanyakan mengapa Handang tidak menolak ketika Rajamohanan memberikan imbalan tersebut. Handang hanya menjawab bahwa saat itu dia tidak sempat berpikir seperti itu. "Saya mengakui saya melakukan kesalahan," tuturnya.
Handang lantas membeberkan 4 alasannya mau menerima duit suap itu. "Memang saya ada kebutuhan, saya awalnya tidak menyangka Pak Mohan datang ke saya," ujarnya. Alasan pertama, kata Handang, atasannya yakni Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi memintanya untuk membantu kantornya menghadapi sidang uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (tax amnesty) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Simak pula: Suap, Pejabat Pajak Handang Didakwa Terima Suap Rp 1,9 Miliar
"Beliau menyampaikan 'tolong kamu bantu untuk bisa lancar uji materi di MK'," kata Handang menirukan ucapan Ken. Handang lalu mengartikan ucapan Ken bahwa hal yang perlu dia bantu adalah uang. Padahal, menurutnya, Ken tidak pernah membahas soal dana. Ken juga tidak tahu soal adanya uang Rp 6 miliar yang dijanjikan kepada Handang dari Rajamohanan.
Alasan kedua Handang menerima suap menurutnya karena sahabatnya saat itu membutuhkan uang. "Ada sahabat saya pada saat itu juga membutuhkan uang yaitu saudara Andreas pernah menyampaikan ke saya 'Mas, saya perlu uang, saya perlu dana'," ujar Handang. Andreas Setiawan alias Gondres dalam sidang 31 Mei 2017 lalu mengaku ingin meminjam Rp 50 juta kepada Handang untuk keperluan orang tuanya yang sakit.
"Ketiga, memang saya sendiri ada kebutuhan pribadi dan keempat, ini adalah yang muncul pada saat itu ada permintaan Mohan untuk memberikan uang ini kepada saudara Haniv." Muhammad Haniv adalah Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus.
Lihat: Sidang Suap Pajak, Ajudan Dirjen Disebut Tahu Suap ke Handang
Hakim lainnya, Anwar, bertanya mengenai hubungannya sidang uji materi dengan uang. Handang menjelaskan pada periode kedua Tax Amnesty ini, perkembangan keikutsertaan wajib pajak berjalan lambat. "Karena tiap kali sidang di MK selalu ada gerakan massa dan selalu ada media yang meliput dan itu membuat kepastian terhadap wajib pajak cukup berpengaruh," ujarnya. Dia mengaku sudah merintis kegiatan. "Saya sudah bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan Indonesia untuk mengadakan kajian hukum dan seminar, itu proposal dan dokumentasinya ada," kata dia.
Hakim sempat mencecar dia bahwa untuk program Ditjen Pajak, pasti ada dananya. Namun Handang beralasan bahwa penganggaran di Ditjen Pajak tidak bisa mengakomodasi program yang mendadak. "Dana itu bukan saya berikan ke majelis hakim, tapi untuk seminar hanya saya belum bisa melakukan kegiatan (seminar) itu karena saya belum punya dana," ungkap Handang.
Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Handang menerima uang Rp 1,9 miliar dari Rajamohanan. Handang terkena operasi tangkap tangan menerima suap US$ 148.500 pada akhir 21 November 2016. Mereka lalu ditetapkan sebagai tersangka.
REZKI ALVIONITASARI