TEMPO.CO, Jakarta -Manila - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam memenjarakan pihak yang mengkritik tindakannya menegakkan darurat militer di Marawi.
Duterte mengeluarkan ancaman itu beberapa hari sebelum Mahkamah Agung membuat keputusan untuk memperkuat atau justru membatalkan keputusan tersebut.
Ia mendeklarasikan pemerintahan militer di wilayah Mindanao yang memiliki sekitar 20 juta penduduk pada 24 Mei lalu, dengan alasan untuk menangani ancaman militan Maute yang berafiliasi dengan ISIS yang semakin meningkat.
Baca: Presiden Duterte Mohon Maaf atas Kehancuran Marawi
Pada saat sama, pemimpin Filipina itu menegaskan ia tidak akan mematuhi keputusan pengadilan, yang dianggap bertentangan dengan Konstitusi, sebaliknya hanya mendengarkan usulan yang diajukan oleh pihak militer.
"Ketika saya lihat situasi di Marawi masih kacau dan Anda ingin saya membatalkannya. Saya akan menahan Anda dan parkir Anda ke dalam penjara," kata Duterte, seperti dilansir GMA News, Ahad 2 Juli 2017.
Pasukan pemerintah terus memerangi gerilyawan yang menduduki Kota Marawi, dengan pemboman udara dan pertempuran darat. Perang antara militer dan Maute hingga kini telah menewaskan sekitar 400 orang. Selain itu, perang juga memaksa hampir 400.000 orang meninggalkan rumah mereka.
Sesuai dengan amandemen Konstitusi Filipina pada 1987, darurat militer dibatasi guna menghindari penyalahgunaan kekuasaan seperti yang terjadi di bawah pemerintahan diktator Ferdinand Marcos.
Baca: Duterte Ultimatum Militer Berangus Teroris di Marawi dalam 3 Hari
Perubahan itu memungkinkan Mahkamah Agung meninjau deklarasi darurat militer yang menetapkan batas awal selama 60 hari. Jika, presiden memutuskan untuk memperpanjang masa hukum militer, kongres memiliki hak untuk mengkaji dan membatalkannya.
Duterte menghadapi reaksi keras dari anggota parlemen oposisi, yang bulan lalu meminta Mahkamah Agung untuk menolak deklarasi darurat militer di Marawi, yang dinilai inkonstitusional.
GMA NEWS | INQUIRER | YON DEMA