TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan setelah sempat mandek hampir setahun, pembangunan Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat akan dilanjutkan. Mengenai pembiayaannya, kata Djarot, tidak akan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta, melainkan dengan mekanisme Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
"Maka kami akan koordinasi dengan Kementerian Keuangan, pemerintah pusat," ujar Djarot di Balai Kota Jakarta, Selasa, 11 Juli 2017. Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan saat ini pihaknya tengah menyiapkan dokumen yang dibutuhkan melalui Dinas Kesehatan. “Van verifikasi akan dibantu oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda),” ujar Saefullah.
Baca: KPK Punya Temuan Baru Kasus RS Sumber Waras, Ini Kata Djarot
Menurut Saefullah, mekanisme tersebut memungkinkan pemerintah bekerja dengan pihak swasta dalam membangun dan mengelola Rumah Sakit Sumber Waras. “Cara tersebut sudah pernah dilakukan di Pemerintah Jawa Timur dalam mengelola air,” ujar Saefullah.
Saefullah mengatakan, pembangunan rumah sakit itu menjadi penting karena memiliki kepentingan langsung dengan masyarakat, terutama untuk penderita kanker, jantung, paru-paru, dan otak. Menurut Saefullah, jumlah pasien tersebut cukup signifikan, namun kebanyakan masyarakat Indonesia masih berobat ke luar negeri.
"Kalau ini ada di Sumber Waras, tanah yang sudah kami beli mahal, segera dibangun, tapi dengan mekanisme KBPU yang sedang kami garap," ujar Saefullah. Adapun estimasi dana yang akan digunakan dalam pembangunan Rumah Sakit Sumber Waras adalah sebesar Rp 5 triliun.
Dana ini hanya untuk pembangunan fisik dan alat-alat kesehatan. Sumber dana bisa dari badan usaha swasta ataupun milik negara. Nantinya, kata Saefullah, perjanjian kerja sama tersebut akan diurai dalam nota kesepahaman. Namun, sampai saat ini belum ada calon badan usaha yang akan bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta. "Ini draftnya lagi disusun dengan Bappeda," ujar Saefullah.
Pembangunan Rumah Sakit Sumber Waras sempat mandek. Salah satu penyebabnya ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melaporkan kesalahan prosedur yang dilakukan Pemerintah DKI dalam pembelian lahan senilai Rp 800 miliar itu.
Baca juga: KPK: Tidak Ada Korupsi di Pembelian RS Sumber Waras
Menurut BPK, harga lahan yang dibeli jauh lebih mahal sehingga merugikan keuangan daerah senilai Rp 191 miliar atau 25 persen dari nilai yang dibayarkan. BPK kembali menyimpulkan bahwa prosedur pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras menyalahi aturan. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan tidak menemukan tindak pidana korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare tersebut.
LARISSA HUDA