TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyebutkan sejumlah pertimbangan yang mendorong pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017. Dia menekankan bahwa UU nomor 12 tahun 2013 tentang Ormas tak lagi memadai kebutuhan masyarakat, sehingga memerlukan Perppu.
Yang pertama, kata Wiranto, penerbitan Perppu sudah sesuai hak dan kewenangan pemerintah, sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 139/PUU-VII/2019. Dalam keputusan itu, presiden berhak menelurkan perppu dalam situasi mendesak.
Baca juga:
JK: Perppu Digunakan Agar Pembubaran Ormas Tak Butuh Waktu Lama
"Untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU," ujar Wiranto saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Juli 2017.
Perppu pun bisa dibuat jika aturan hukum yang ada belum memadai kebutuhan, dalam artian sebagai solusi agar tidak terjadi kekosongan hukum.
Aturan ormas dalam UU 17/2013 dinilai lemah untuk menindak ormas yang kegiatannya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Baca pula:
Perppu Ormas, Wiranto: Tak Konsisten Perjanjian, Saya cabut Izin
Syafii Maarif: Jika Ada Gugatan Perppu Ormas, Hadapi Saja
UU ormas, kata Wiranto, belum mengandung asas Contrario Actus, di mana lembaga negara yang menerbitkan izin tata usaha negara seharusnya juga berwenang membatalkannya.
Pengertian tentang ajaran yang berseberangan dengan dasar negara juga masih dirumuskan secara sempit. "Yaitu hanya terbatas pada Atheisme, Marxisme, dan Leninisme, padahal sejarah Indonesia membuktikan bahwa ajaran lain juga bisa menggantikan dan bertentangan dengan Pancasila."
Simak:
Perppu Ormas Terbit, Wiranto Minta Masyarakat Tenang
Pertimbangan ketiga adalah perlunya pembuatan perppu karena butuhnya durasi panjang dalam menyusun UU baru. "Sementara kondisinya harus segera diselesaikan. Kalau menunggu undang-undang yang baru tidak bisa, harus segera diselesaikan," kata Wiranto.
Perppu 2/2017 ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017 laku. Penyusunan Perppu tersebut sempat erat dikaitkan dengan upaya pemerintah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia.
YOHANES PASKALIS PAE DALE