TEMPO.CO, Bekasi - Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, Kosim mengatakan, pemberlakuan upah khusus buruh di sektor garment masih dalam pembahasan di pemerintah pusat. "Kami tidak ikut campur," kata Kosim, Jumat, 14 Juli 2017.
Menurut dia, pembahasan tersebut menjadi kewenangan dari Dewan Pengupahan Jawa Barat bersama dengan Kementrian Ketenagakerjaan. Pemerintah Kota Bekasi, kata dia, hanya menjalankan regulasi yang ditetapkan nanti. "Regulasi berupa SK (Surat Keputusan) Gubernur," kata Kosim.
Baca: Terancam Bangkrut, Menteri Hanif Atur Lagi Upah Buruh Garmen
Kosim mendorong pemberlakukan upah di sektor khusus garment segera ditetapkan. Jika tidak, sekitar 17 perusahaan garment di wilayahnya terancam gulung tikar, lantaran tak bisa memenuhi upah minimum di daerahnya sebesar Rp 3,6 juta. "Ada perusahaan asing, dan juga lokal," kata dia.
Ia mengatakan, perusahaan garment di wilayahnya terpusat di daerah Kecamatan Bantargebang. Setiap perusahaan memperkerjakan buruh minimal 100 orang, dan paling banyak 1000 orang. "Dampak dari upah yang tinggi sudah dirasakan, perusahaan telah memutus hubungan kerja buruhnya," kata dia.
Simak: Buruh Yogyakarta Gugat Sri Sultan Soal Penetapan Upah
Hanya saja, kata dia, pengurangan karyawan tidak banyak, tidak sampai ke angka ratusan. Sebab, perusahaan garmet tidak ingin rugi, lantaran biaya produksi tidak seimbang dengan harga jual hasil produksinya."Jika produksi tidak bisa menutup, maka perusahaan akan mengurangi karyawannya," kata dia.
ADI WARSONO