TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pembullyan terhadap anak yang memiliki kebutuhan khusus sedang marak terjadi di institusi pendidikan. Salah satu yang menjadi perhatian warga adalah kasus di Universitas Gunadarma.
Kasandra Putranto, Psikolog Keluarga, mengatakan pihak keluarga harus mengenali visi dan misi sekolah sebelum memasukkan anaknya yang memiliki kebutuhan khusus ke sekolah biasa. "Apakah (sekolah itu) secara khusus mengutamakan prinsip kesetaraan dan indiskriminasi," ujar Kasandra saat dihubungi Tempo, Senin, 17 Juli 2017.
Kasandra menjelaskan ketika sekolah tidak memberikan perhatian khusus pada masalah kesetaraan, sekolah tersebut tidak akan memasukan dalam kebijakan dan aturan sekolah. "Hal ini memberikan kesempatan terjadinya kekerasan."
Selain memperhatikan visi dan misi sekolah, guru pendamping juga diperlukan untuk mendampingin anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus di sekolah biasa. "Atau best buddy dan peer buddy," tutur Kasandra.
Peer buddy adalah anak sekolah yang ditunjuk sekolah untuk membantu mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus. "Best Buddy merupakan teman dekat yang mau mendampingi anak berkebutuhan khusus."
Kasandra menambahkan pelaku kasus pembullyan disalah satu universitas swasta di Indonesia tidak dapat disalahkan sepenuhnya. "Dia adalah produk dari pendidikan sebelumnya baik formal maupun informal. Dia belum atau tidak memperoleh kesempatan belajar tentang kesetaraan." katanya.
Sebelumnya, rekaman kasus pembullyan yang terjadi di Universitas Gunadarma menjadi viral di jagat maya. Video yang merekam sejumlah mahasiswa mengejek dan menarik tas mahasiswa lain yang memiliki kebutuhan khusus itu menjadi perhatian netizen. "Pelaku tidak langsung yang membiarkan, ikut mendukung dengan bersorak sorai apalagi mengambil video juga sama bersalahnya," ujar Kasandra.
"Harusnya semua dihukum," tutur Kasandra.
AMMY HETHARIA