TEMPO.CO, Jakarta - LBH Jakarta mengecam sikap Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang akan mengusir penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang menunggak biaya sewa. Dalam siaran pers yang dilansir Senin, 14 Agustus 2017, LBH menilai langkah Djarot itu sebagai upaya penggusuran ganda.
LBH Jakarta menuding Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sengaja merencanakan penggusuran ganda bagi warganya sendiri. “Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sengaja memiskinkan mereka secara perlahan-lahan,” demikian bunyi siaran pers LBH Jakarta seperti dikutip dari laman bantuanhukum.or.id, Selasa, 15 Agustus 2017.
Baca juga: Penghuni Rusun Masih Menunggak Sewa, Djarot: Silakan Keluar
Menurut LBH Jakarta, para penghuni rusunawa adalah korban penggusuran paksa demi pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang tidak partisipatif di berbagai wilayah Jakarta. Para korban penggusuran itu lantas dipindah ke rusunawa. Namun kenyataannya, para warga yang kini menghuni rusunawa itu berada dalam kondisi yang tidak sejahtera.
Rusunawa selalu dijadikan tawaran solusi utama bagi korban penggusuran paksa, tetapi menurut LBH Jakarta, bukannya menyelesaikan masalah, rusunawa malah terbukti semakin menimbulkan masalah baru bagi warga yang semakin tidak sejahtera.
Baca juga: Tunggakan Rusunawa Rp 31,7 Miliar, Djarot: Penunggak Harus Pergi
“Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang harus membayar tunggakan akibat kesalahan kebijakannya sendiri,” kata Alldo Fellix Januardy sebagai pengacara Publik LBH Jakarta.
Berdasarkan data LBH Jakarta, mayoritas penghuni rusunawa yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini adalah korban penggusuran sebanyak 6.514 warga dan 3.008 warga umum. Dahulu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjanjikan bahwa para korban penggusuran paksa akan memperoleh kehidupan yang lebih baik dan sejahtera apabila dipindahkan ke rusunawa.
Baca juga: Jauh dari Rusun Jadi Alasan Penghuni Menunggak Biaya Sewa
Pada 2016, setelah melakukan serangkaian penelitian, LBH Jakarta menemukan bahwa warga mengalami penurunan pendapatan akibat kehilangan pekerjaan atau menjauhnya akses terhadap pekerjaan dari rusunawa, pengeluaran warga di rusunawa membengkak akibat tingginya biaya sewa dan meningkatnya biaya transportasi karena rusunawa terletak di lokasi yang terpencil, dan rumah susun tidak inklusif bagi penghuni lanjut usia dan difabel.
Baca juga: Tak Mampu Bayar, Penghuni Rusunawa di DKI Nunggak Rp 32 Miliar
Namun, sampai dengan hari ini, menurut LBH Jakarta, rekomendasi tersebut sama sekali tidak diindahkan karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersikukuh akan tetap melaksanakan penggusuran paksa dan tetap menawarkan rusunawa bagi para korbannya.
Data LBH Jakarta menunjukkan bahwa pada 2015 dan 2016, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penggusuran paksa terhadap 13.871 keluarga dan 11.662 unit usaha kecil menengah. Mayoritas penggusuran dilakukan dengan pendekatan kekerasan, melibatkan aparat yang tidak berwenang (TNI dan POLRI), dan tidak mengindahkan proses hukum di pengadilan.
Baca juga: Djarot: Beli Rokok dan Pulsa Bisa, Masa Bayar Rusun Enggak
Pemerintah DKI Jakarta melansir jumlah tunggakan penghuni rusun telah mencapai Rp 31,7 miliar. "Mereka yang menunggak dan dengan sengaja enggak mau bayar, ya sudah, silakan keluar," kata Djarot Saiful Hidayat di Balai Kota DKI, Senin, 14 Agustus 2017.
IQBAL MUHTAROM