TEMPO.CO, Probolinggo - Gubernur Jawa Timur Soekarwo, mempunyai penilaian tersendiri terhadap momen langka dalam peringatan Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke-72 di Istana Merdeka, 17 Agustus 2017 lalu. Yakni pertemuan antara Presiden kelima Megawati Soekarno Putri dan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Keduanya yang selama ini dikabarkan tak dekat, sempat bersalaman sebelum Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengajak foto bersama.
Kehadiran SBY dan Mega dalam upacara HUT kemerdekaan di Istana adalah hal yang langka. Di 10 tahun pemerintahan SBY, Megawati tidak sekalipun menghadiri acara peringatan detik-detik Proklamasi di Istana. Sementara di dua tahun pertama pemerintahan Presiden Jokowi yang merupakan kader PDIP, SBY juga tidak hadir di Istana. Masing-masing lebih memilih merayakan HUT kemerdekaan sendiri-sendiri.
Baca juga:
Khofifah Maju Pilgub Jawa Timur 2018, Gus Ipul: Kami sama-sama Kuat
Praktis, di tahun ketiga pemerintahan Jokowi, pertemuan antara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarno Putri adalah pertemuan pertama keduanya setelah 13 tahun. Soal pertemuan dan salaman antara Megawati dan SBY yang pertama sejak 13 tahun terakhir ini, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo mengatakan, "(Itu sebagai) simbolik, yang sebetulnya kepentingan nasional dan kenegarawanan menjadi bagian terpenting di dalam (waktu-waktu) ke depan," kata Soekarwo di Probolinggo, Ahad, 20 Agustus 2017.
Kedua pemimpin bangsa itu, kata Soekarwo, seperti memberikan pembelajaran buat bangsa ini. "Ada perbedaan tidak harus memutus silaturahim," ujar Soekarwo menjawab pertanyaan Tempo.
Ditanya apakah peristiwa tersebut mempengaruhi iklim politik di Jawa Timur ? Soekarwo yang karib disapa Pakde Karwo ini mengatakan kalau Jawa Timur itu suasananya aman dan nyaman. Ditanya ihwal kemungkinan peristiwa tersebut bisa diterjemahkan sebagai rencana koalisi di Pemilihan Gubernur Jawa Timur ? Pakds Karwo menjawab bahwa di Jawa Timur tidak ada faksi-faksi. "Tidak ada faksi-faksi, faksi A atau faksi B tidak ada. Adanya faksi Jawa Timur. Dibicarakan, silaturahim. Gubernur yang aktif mendatangi partai, itu menjadi bagian penting terhadap solusi komunikasi," kata Soekarwo.
Ihwal dua figur yakni, Saefullah Yusuf atau Gua Ipul (Wakil Gubernur Jawa Timur) dan Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial) yang dikabarkan bakal bertarung dalam pilgub Jawa Timur pada 2018 mendatang, Soekarwo mengatakan kalau itu hak para calon. "Jangan sampai partai menutup juga seseorang untuk mendaftar, harus dibuka. Kita punya kultur siapapun punya hak dan siapapun harus melayani itu. Mau mendaftar silahkan," katanya menambahkan.
Ihwal DPD Partai Demokrat Jawa Timur yang belum menjatuhkan pilihan siapa bakal calon yang akan didukung, Soekarwo mengatakan kalau saat ini DPD Partai Demokrat Jawa Timur sudah menutup pendataran.
"Tapi kalau DPP mau buka, itu otoritas DPP," katanya menambahkan. Ihwal persiapan pemilihan gubernur Jawa Timur, Soekarwo mengatakan sangat bagus. "Persiapan Pilgub Jawa Timur beres semuanya, kultur bagus, pengamanan bagus, antar pemimpin kompak baik formal maupun informal," kata dia.
Dan empat hari sebelum pertemuan Megawati dan SBY dengan peristiwa salaman yang langka itu, tepatnya pada Sabtu, 12 Agustus 2017, Jokowi yang merupakan kader PDIP dan dekat dengan Megawati, duduk satu mobil dengan Soekarwo yang merupakan kader Partai Demokrat dan juga dekat dengan SBY. Keduanya melakukan safari ke beberapa pesantren di Jember dan menonton Jakarta Fashion Carnaval 2017. Selama dua hari, Sabtu hingga Minggu, 12-13 Agustus 2017, Soekarwo mendampingi Presiden RI itu.
Saat ditanya apakah yang dibicarakan di dalam mobil itu salah satunya juga suksesi kepemimpinan di Jawa Timur, Soekarwo membantahnya. "Tugas gubernur itu kalau tidak ada ibu negara kan mendampingi. Saya melayani kalau ada buku diberikan, kalau ada kaus ikut juga memberikan," katanya.
DAVID PRIYASIDHARTA