TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pembayaran ganti rugi korban biro umrah First Travel menjadi kewajiban biro umrah tersebut. Pemerintah tidak ada kewajiban membayar ganti rugi uang korban.
"Wah, ya, siapa yang terima duit itu yang ganti, kan? Masak Anda yang tidak terima duit mesti ganti. Siapa yang terima duit," kata Kalla di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa, 22 Agustus 2017, saat mengomentari kasus First Travel.
Baca juga: Korban Pelapor First Travel Tembus 1.200 Orang
Kalla mengatakan perjalanan umrah lebih bebas dilakukan dibanding haji. Umrah diurus biro travel sebagaimana biro perjalanan ke luar negeri, misalnya ke Singapura dan Amerika Serikat. Karena itu, bila ada masalah dengan calon jemaah umrah, hal itu menjadi tanggung jawab biro travel.
Apalagi dalam kasus First Travel, kata Kalla, biro umrah tersebut menggunakan skema Ponzi. Artinya, orang yang bayar pertama bisa berangkat umrah dengan biaya lebih murah karena dimodali oleh pendaftar belakangan. Uang jemaah yang menyetor belakangan menjadi cash flow yang digunakan biro umrah. Karena itu, pihak yang paling dirugikan adalah jemaah yang belakangan.
Menurut Kalla, adanya kasus penipuan tersebut adalah risiko bagi calon jamaah umrah. "Ini kan risiko masing-masing, karena kenapa mau percaya sama yang murah," kata Kalla.
Untuk mencegah kasus tersebut, pemerintah kini tengah mengkaji penerapan kebijakan batas minimal biaya umrah. Selama ini kebijakan yang berlaku adalah batas minimal pelayanan, seperti pelayanan hotel atau pesawat.
Sebelumnya, sejumlah korban kasus First Travel berharap pemerintah turun tangan membantu pengembalian dana. Sejauh ini polisi telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka penipuan dan tindak pidana pencucian uang dalam kasus First Travel. Mereka adalah pemilik First Travel, yakni Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Devitasari Hasibuan. Belakangan, Kiki Hasibuan, adik Anniesa, juga dijadikan tersangka.
AMIRULLAH SUHADA