TEMPO Interaktif, Jakarta:Pakar hukum tata negara Universitas Indonesia Harun Alrasyid menilai Undang-Undang Pemilihan Presiden cacat hukum. Dengan demikian, menurut dia, undang-undang ini bisa dimintakan uji material atau judicial review ke Mahkamah Agung.
Berbicara di gedung Amin Rais Center, Kamis (17/6) siang, Harun menjelaskan, UUD 1945 pasal 22 E ayat 2 menyebutkan pemilu diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, dan Wakil Presiden, serta anggota DPRD. Undang-Undang Pemilu sebagaimana diperintahkan pembuat UUD 1945 dengan sendirinya memuat keempat aturan itu, kata dia, namun kenyataannya DPR memisahkan pemilihan presiden dan wakil presiden, dan mengaturnya dalam undang-undang tersendiri. Jadi kesimpulannya, Undang-Undang Pilpres itu cacat hukum.
Menurut Harun, jika undang-undang itu tetap berlaku dan proses pemilihan tetap berjalan, DPR hasil pemilu 2004 akan dicela banyak pihak. Karena itu, ia menyarankan lebih baik dilakukan uji material terhadap Undang-Undang Pemilihan Presiden ke Mahkamah Agung. Risiko yang ditanggung akan lebih kecil daripada jika tetap diberlakukan undang-undang itu.
Praktisi hukum Todung Mulya Lubis juga mendukung uji material Undang-Undang Pemilihan Presiden karena banyak hal yang tidak masuk akal. Misalnya, undang-undang ini mengatakan calon presiden tidak boleh memiliki utang, dan juga perlu menyertakan riwayat hidup. Ini kan tidak perlu, ujarnya.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum Ramlan Surbakti mengatakan, dalam Undang-Undang Pemilihan Presiden ini ada pasal tentang KPU yang krusial. Ia menyebutkan, adanya uji material terhadap keputusan KPU yang tidak memuaskan satu pihak, sehingga kemungkinan terjadi uji material terhadap keputusan itu sangat terbuka.(Andi DewantoTempo News Room)