TEMPO Interaktif, Jakarta:Pelarian diri Fathur Rohman Al-Ghozi, tersangka pembawa bahan peledak yang sempat ditahan pemerintah Filipina, dianggap sebagai tindakan yang tidak ksatria. Tindakan Ghozy yang melarikan diri itu tidak gentle. Karena dia harus mengklarifikasi tentang apa yang telah dia lakukan, kata Presiden Ikhwanul Muslimin Indonesia, Habib Husein Al-Habsyi usai mengikuti peresmian klinik ibu dan anak Kartini di kawasan tempat pembuangan sampah akhir Bantar Gebang, Bekasi, Sabtu (19/7) siang.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ghozi, pemuda asal Madiun, melarikan diri dari penjara kepolisian Filipina. Dia dituduh membawa bahan peledak dan juga dituding sebagai petinggi organisasi yang dicap kelompok terorisme Jemaah Islamiyah di Asia. Pemerintah Filipina telah mengumumkan akan memberikan hadiah ratusan juta rupiah bagi siapa saja yang berhasil menangkap atau memberikan informasi tentang keberadaan bekas santri pesantren al-Mukmin, Ngruki, Solo.
Habib menyatakan bahwa kemungkinan Ghozi telah berada di Indonesia saat ini sangat besar. Sangat mungkin sekali Al-Ghozi saat ini sudah di Indonesia, ujarnya. Tetapi dia tidak menjelaskan lebih rinci tentang kemungkinan itu.
Menurut Habib, sebagai salah satu teman dekat Abu Bakar Baasyir, ia menghimbau kepada Ghozi untuk menyerahkan diri kepada pemerintah Indonesia daripada ke pemerintah asing. Hal ini dilandasi ketidakpercayaannya pada pemerintah asing seperti AS dan Filipina. Mereka dianggapnya tidak dapat menggelar pengadilan yang jujur dan adil.
Tetapi, sebelum menyerahkan diri, Habib menambahkan agar Ghozy betul-betul telah mendapatkan jamindan dari pemerintah Indonesia seperti misalnya jaminan digelarnya pengadilan yang adil dan jaminan tidak adanya intimidasi atau pemukulan terhadap dirinya. Tujuannya agar orang-orang tahu organisasi Jemaah Islamiyah itu benar-benar ada atau hanya rekaan AS semata, tegasnya.
Habib berkeyakinan bahwa ada permainan antara aparat Filipina dengan Ghozi sendiri dalam pelariannya. Dan hal inilah yang menjadi kelemahan pihak kepolisian Filipina. Tetapi dia tidak menjelaskan apa yang membuat dirinya sangat yakin tentang hal itu. Yang pasti, kata Habib, dirinya tidak setuju dengan cara pemerintah Indonesia menghadapi hal tersebut karena dianggapnya tidak objektif. Kebanyakan membawa pesan sponsor seperti mendengarkan suara internasional yang tujuannya memuluskan skenario mereka (barat), jelasnya. (Diah A Chandraningrum TNR)