TEMPO Interaktif, Jakarta:DPR membantah adanya standar ganda dalam Undang-Undang Pemilihan Presiden karena menyatakan ada dua Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden Ferry Mursyidan Baldan untuk menjawab sejumlah keraguan KPU. Kami sudah mempunyai pegangan yang lebih jelas, ujar Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti dalam keterangan pers bersama Ferry Musyidan di gedung KPU, Selasa siang (29/7).
Sebelumnya, Ramlan bersama jajaran KPU melakukan diskusi secara tertutup dengan dengan Ferry. Pihak KPU meminta klarifikasi berbagai ketentuan dalam Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Tercatat ada lima pasal yang dinilai memberikan standar ganda, menimbulkan ketidakpastia hukum, berlebihan, tidak proporsioal, dan lainnya.
Ramlan mengatakan, seluruh pertanyaan yang diajukan KPU dalam diskusi itu telah dijawab oleh Ferry. Kalau puas itu kan relative, tetapi yang jelas pertanyaan kami hari ini sudah seluruhnya dijawab.
Di antara pasal-pasal yang ditanyakan adalah Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pemilihan Presiden yang memuat tentang lembaga KPU. Ayat itu dinilai mengandung standar ganda karena menyatakan ada dua KPU. Menanggapi masalah ini, Fery menjelaskan bahwa KPU dalam Undang-Undang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD memiliki kewenangan yang sama dengan KPU dalam Undang-Undang Pemilihan Presiden.
Mengenai ketentuan Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang Pemilihan Presiden, Ferry menepis anggapan telah terjadi ketidakpastian hukum soal kondisi luar biasa terhadap keanggotaan KPU. Menurut dia, inti dalam pasal itu hanya bagaimana caranya agar penyelenggaraan pemilu tetatp bisa berjalan dalam keadaan darurat. Maka biar pun anggota KPU tinggal dua atau tiga karena yang lain kecelakaan pesawat secara bersamaan, dengan sekretariat bisa jalan terus, Ferry mencontohkan.
Sedang tentang kepastian proses pemilu ketika ada gugatan yang diajukan ke Mahkamah Agung, Ferry mengatakan, tahapan-tahapan pemilu tidak akan berhenti menunggu proses gugatan itu. Kecuali kalau kemudian ada putusan MA yang menyatakan keputusan KPU bertentangan dengan hukum. Jadi selama belum ada putusan itu, KPU harus jalan terus dengan tahapan-tahapannya, Ramlan menambahkan.(Wuragil-Tempo News Room)