Bagaimana ceritanya sehingga tiba-tiba diputuskan Target tidak terbit?
Itu terjadi karena soal teknis. Sampai malam Senin saat deadline, baru tulisan rubrik Hukum, Nasional, dan Ekonomi-Bisnis -- yang jumlahnya delapan halaman -- yang masuk. Karena itu kita langsung putuskan tidak terbit, daripada terancam mati konyol menerbitkan delapan halaman saja. Saya pun membuat surat pemberitahuan ke agen-agen bahwa Target tidak terbit kali ini.
Apa bukan karena memberitakan laput TEMPO?
Nggak. Sampai deadline pun laputnya nggak jelas apa. Katanya soal TEMPO; tapi hasil tulisan siapa saja yang sudah berhasil diwawancarai juga nggak jelas. Goenawan Moehammad sendiri tidak berhasil diwawancara; Didik (Redaktur Hukum, Red) memang sempat bikin janji, tapi tulisannya nggak ada.
Kabarnya ada alasan lain, yaitu Anda sering dipanggil Deppen dan ditegur?
Kata siapa? Saya baru dua kali dipanggil Deppen, tanggal 29 Desember 1995 lalu, ketika penyampaian SIUPP dan saya tanda tangani. Lalu tanggal 7 Mei kemarin, ketika edisi pertama Target terbit. Nggak soal kok, karena intinya hanya anjuran supaya kembali ke misi SIUPP-nya, yaitu berita hukum dan kriminalitas. Dan itu harus kami penuhi, sebab selama ini mereka (Deppen) sudah sering mentolerir berita-berita kami. Oleh mereka kami sering di-bilangin supaya jangan seperti DeTIK nantinya.
Maksudnya?
Ya kita semua kan tidak mau masalah DeTIK terjadi lagi. Kita harus belajar dari pengalaman, sebab pengalaman guru yang terbaik. Untuk saya, Target adalah aset nasional yang harus dipertahankan supaya tetap bertahan lama. Karena itu ada baiknya juga himbauan Deppen itu diperhatikan, supaya kita tidak salah langkah. Sebab selama ini, mereka (Deppen) suka kasih komentar bahwa Target bisa jadi produk yang bagus, bahkan bisa sejajar atau lebih posisinya dari DeTIK.Soal saya ke Deppen, itu karena memang sering sowan atau datang berkunjung. Di sana kan banyak teman-teman saya. Jadi tidak benar kalau saya sering ditegur, apalagi diperingatkan.
Tentang kembali ke misi tadi, apa selama ini Target terkesan mengekor sukses DeTIK dengan meniru gaya, lay out, dan kemasannya seperti DeTIK?
Secara semangat dan komunitas kerja, memang kita pakai DeTIK. Sebab biar bagaimanapun saya berjuang mendapatkan SIUPP ini supaya seluruh teman DeTIK bisa masuk ke sini. Tapi saya juga dihadapkan pada situasi bahwa beberapa di antaranya sudah ada yang memilih bekerja di SWA, SCTV, biro iklan, ABC, dan sebagainya. Karena itu saya tidak bisa memaksa mereka, meskipun semua saya undang datang.Sampai terbitan terakhir Target memang masih delapan puluh persen memakai rubrik yang mirip DeTIK. Gaya dan lay out-nya pun masih meniru DeTIK. Ini sengaja tidak dihilangkan karena idealisme yang mereka gunakan adalah semangat dan komunitas DeTIK. Tapi secara isi, kami sudah tidak lagi menggunakan nuansa politik, tetapi pada penerapannya ke hukum dan kriminalitas sesuai dengan misi.
Sampai kapan tidak terbit?
Minggu depan Target akan terbit seperti biasa dan tetap menulis berita berdasarkan SIUPP-nya sebagai tabloid berita hukum dan kriminalitas.
Untuk kembali ke misi Target, apakah sudah ada format yang jelas dan disepakati antara awak redaksi dan investor?
Untuk sementara ini kita akan perlahan-lahan saling introspeksi dan mengingatkan bila ada yang salah dan menyimpang dari misi. Redaksi dan Agung terus berdialog supaya dengan detail tercapai bahwa Target tetap layak dicari dan dibaca orang.