Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Soal Beragama, Upaya Memojokkan NU, atau Soal Kezaliman Ekonomi?

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Kerusuhan Tasikmalaya diawali oleh penyiksaan dan penghinaan polisi terhadap pengasuh pesantren. Tapi benarkah itu spontanitas? Mengapa ada truk-truk yang menurunkan orang-orang tak dikenal? Gus Dur bilang kerusuhan itu adalah upaya memojokkan NU, karena Tasikmalaya adalah gudangnya pesantren NU. Tapi, mengapa NU hendak dipojokkan? Amien Rais bilang itu lantaran kezaliman ekonomi yang sudah terjadi lama.

AKHIRNYA Abdurrahman Wahid buka "kartu". Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini mensinyalir bahwa Peristiwa Tasikmalaya pada 26 Desember 1996 dan juga kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini adalah upaya untuk mendiskreditkan Nahdlatul Ulama. Gus Dur -- begitu kiai bertubuh subur itu biasa dipanggil -- mendasarkan pernyataannya pada fakta bahwa kerusuhan dan perusakan terjadi di daerah-daerah yang merupakan kantong-kantong NU misalnya Surabaya (9 Juni 1996), Situbondo (10 Oktober 1996), dan Tasikmalaya (26 Desember 1996). "Mereka ingin menunjukkan bahwa warga NU merupakan kelompok yang tidak bisa rukun dengan pihak lain," kata Gus Dur dalam pertemuan antar umat beragama di Bandung, 4 Januari lalu (Kompas, 5 Januari 1997).

Gus Dur tak asal bicara. Dikemukakan bahwa di lapangan ditemukan bukti-bukti bahwa ada yang berupaya melibatkan warga NU. Malah, katanya, kerusuhan hampir terjadi di Blitar. "Minggu lalu saya teriak-teriak, awas kerusuhan di Blitar. Peringatan itu didengar sehingga beberapa ratus orang yang sudah terpengaruh langsung berbalik dan mencari orang-orang yang menghasut untuk melakukan kerusuhan," sambung Gus Dur.

Maka, Gus Dur mengeluarkan tiga seruan. Pertama, agar warga NU tenang, waspada dan hati-hati. Kedua, aparat diminta bertindak tegas dan melakukan pengusutan tuntas. Ketiga, pengurus NU di segenap jajaran agar melakukan pemantauan lebih teliti terhadap unsur-unsur luar yang akan mengacau dan melakukan kerusuhan.

Pernyataan Gus Dur ini agak mengejutkan. Di tengah sejumlah pakar menunjuk kesenjangan sosial sebagai faktor penting kerusuhan di berbagai tempat tadi, Gus Dur menunjukkan bahwa urusan politik rupanya pegang peranan.

Tapi, siapa yang tidak senang pada NU dan Abdurrahman Wahid? Bukankah pemerintah sudah "ikhlas" menerima Gus Dur untuk memimpin NU? Bahkan, ketika meledak kerusuhan di Situbondo, tak kurang dari para petinggi negara ini dan pemimpin NU yang turun ke Jawa Timur untuk menenteramkan keadaan. Pak Harto saat itu bertandang ke Pondok Pesantren Genggong, Probolinggo. Di sana, Pak Harto berjabatan tangan dengan Gus Dur, kejadian pertama kali sejak Gus Dur terpilih kembali memimpin NU dalam Muktamar Cipasung pada Desember 1994. Malah, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Hartono pun untuk pertama kalinya secara khusus bertemu dengan Gus Dur di Situbondo.

Sebelumnya, para kiai NU mempersoalkan kepengurusan Gus Dur yang belum juga diterima Presiden Soeharto. Menurut Gus Dur, pihaknya sudah mengajukan surat untuk bertemu Presiden, namun belum mendapat jawaban. Para kiai juga mempertanyakan Gus Dur yang dianggap "kurang mesra" dengan KSAD Jenderal Hartono. Toh semua urusan ini sudah selesai.

Kalau saja sinyalemen Gus Dur benar bahwa pihaknya melihat aksi-aksi yang "disiapkan" di berbagai kota, tentu ini menuntut perhatian serius. Karena, semua orang tahu, kantong-kantong NU adalah daerah-daerah yang punya problem kesenjangan ekonomi yang nyata. Kalau urusan ini terlambat ditangani, bukan tak mungkin kerusuhan di Tasikmalaya pecah lagi di kota lain.

Sementara itu, kota Tasikmalaya sudah lama normal kembali. Hanya bangunan-bangunan hangus di sana seolah-olah "bercerita" bagaimana dahsyatnya kerusuhan 26 Desember 1996 lalu itu. Menurut sumber TEMPO Interaktif di Tasikmalaya, sekarang ini aparat keamanan tengah memburu para tersangka pelaku kerusuhan. Bahkan, rumah seorang tersangka sudah diketahui dan tengah diupayakan menangkap tersangka tadi. Siapa dia? "Nanti akan kami umumkan," jelas Pangdam Siliwangi Mayjen Tayo Tarmadi (Republika, 6 Januari 1997).

Benarkah ada otak penggerak kerusuhan?

Pangdam Mayjen Tayo Tarmadi yakin benar kerusuhan Tasikmalaya bukanlah spontanitas massa.(Lihat Wawancara Mayjen Tayo Tarmadi: "Ada Bukti Keterlibatan Pihak Tertentu.....") Tapi pada 26 Desember 1996 itu, massa yang "mengamuk" diperkirakan berjumlah 15 ribu orang. Akibatnya, menurut data Bupati Tasikmalaya, rusaklah delapan gereja, 14 markas polisi sektor (polsek), 89 pertokoan, empat pabrik, enam bank, tiga hotel, serta 107 mobil dan 22 sepeda motor dibakar. Kerusuhan yang berlangsung hingga malam hari itu praktis melumpuhkan Tasikmalaya.

Bagaimana awal kerusuhan yang menelan kerugian sekitar Rp 85 milyar ini?

Kamis, 19 Desember 1996

Adalah seorang santri bernama Rizal, berusia 15 tahun. Si Rizal ini adalah santri tidak mondok alias santri kalong di Condong. Dia dihukum oleh Ustadz Habib karena kedapatan mengutil dan mencuri barang-barang milik santri lainnya sampai seharga Rp 130 ribu. Hukumannya berupa direndam selutut di empang pesantren. Ini adalah hukuman yang biasa dilakukan di pondok pesantren itu. Dan hukuman ini sudah seijin KH Makmun selaku pimpinan pesantren.(Lihat Catatan: Sebuah Pesantren yang Berbaur dengan Masyarakat)

Rupanya, Rizal langsung melaporkan kejadian ini kepada ayahnya, Kopral Nursamsi. Anggota Sabhara Polres Tasikmalaya ini langsung mendatangi Condong pada hari itu juga. Setelah Nursamsi menerima penjelasan KH Makmun dan Ustadz Mahmud Farid, 38 tahun, pihak Pondok Condong merasa urusan ini sudah selesai.

Jumat, 20 Desember 1996

Entah mengapa datang surat pemanggilan untuk Habib Hamdani Ali, 26 tahun, dan Ihsan, 25 tahun, dari Polres Tasikmalaya. Surat itu ditandatangani oleh perwira jaga dan bukan oleh Kapolres Tasikmalaya Letkol Suherman.

Sabtu, 21 Desember 1996

Ustadz Mahmud bersama KH Makmun datang ke Polres Tasikmalaya memenuhi panggilan polisi. Namun, kedatangan kedua tokoh Condong ini tanpa kehadiran Habib. Maka, pihak Polres meminta Habib untuk memenuhi panggilan kedua pada hari Senin tanggal 23 Desember 1996.

Senin, 23 Desember 1996

Habib Hamdani Ali tiba pukul 8.30 pagi di Polres Tasikmalaya. Dia didampingi dua santri lainnya yaitu Ihsan dan Ate Musodiq. Ikut juga Ustadz Mahmud Farid. Mereka datang memenuhi panggilan polisi pada hari Sabtu. Mereka disambut empat petugas jaga.

Tiba-tiba, Kopral Nursamsi begitu melihat Habib langsung menjambak rambut santri itu dan langsung memberinya pukulan. Entah mengapa, keempat petugas jaga lainnya juga ikut menghajar dan menendang Habib. Melihat hal ini, Ustadz Mahmud berusaha melerai dengan menghalangi empat polisi -- Nursamsi, Serda Agus M, Serda Agus Y, Serda Dedi -- yang tengah membabibuta itu. Dia ingin melindungi Habib.

Namun Mahmud malah menjadi bulan-bulanan polisi yang sudah lepas kontrol itu. Belum puas menghajar, polisi-polisi tadi beralih menghajar Ihsan, yang tak dapat berbuat apa-apa kecuali pasrah.

Santri Ate, begitu melihat penyiksaan terhadap ustadz dan rekan-rekannya langsung kabur dari polres dan melapor kepada pimpinan pesantren, KH Makmun. Tanpa menunggu lama, ayah Ustadz Mahmud ini segera melaporkan penganiayaan atas anaknya kepada Wakil Bupati Tasikmalaya, Oesman Roesman. Dan Roeman segera memerintahkan Kepala Dinas Sosial Politik Kabupaten Tasikmalaya untuk meluncur ke Polres Tasikmalaya.

Menjelang dhuhur penyiksaan baru dihentikan, tepatnya ketika utusan Pemda Tasikmalaya tiba di Polres Tasikmalaya. Ustadz Mahmud yang sudah babak belur segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya. "Saya ditendang dan dipukuli di ruang pemeriksaan dan tahanan, sembari disuruh push-up. Dan yang menyakitkan, ada seorang petugas memaki-maki saya dengan kata-kata kasar," tutur Ustadz Mahmud Farid kepada TEMPO Interaktif, Senin 30 Desember 1996, di Pondok Pesantren Condong.(Lihat Wawancara: Dua Ustadz yang Dianiaya Itu Bicara)

Ustadz Mahmud hanya bertahan tiga jam di rumah sakit. Karena, rumah sakit seperti "dikepung" santri dan masyarakat Tasikmalaya yang terus berjubel dan ingin melihat kondisi Mahmud. Atas saran keluarga, Ustadz Mahmud pulang ke rumah diantar orang tua dan puluhan santri. Hari sudah sore, sekitar pukul 16.00.

Sorenya, sekitar pukul 17.00, Kapolres Letkol Suherman didampingi Muspida Tasikmalaya berkunjung sekaligus bersilahturahmi dengan pimpinan pondok. Dalam pertemuan itu dicapai kesepakatan pihak pesantren tak akan menggugat polisi yang menyiksa pengasuh Condong. Kapolres pun meminta maaf atas perbuatan anak buahnya dan segera akan menindak oknum polisi tersebut. Selain itu, pihak Polres akan menanggung seluruh biaya pengobatan.

Sejak Mahmud Farid pulang ke rumah, di masyarakat dan kalangan pesatren berkembang isu bahwa Mahmud dikabarkan meninggal dianiaya polisi. Bahkan, Kiai Makmun pun digosipkan telah meninggal dunia. Dan kata kabar angin itu, saat pengasuh dan santri Condong digebuki di Polres Tasikmalaya, terdengar ada kata-kata penghinaan dan pelecehan terhadap pemuka agama itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bahkan, seorang pemilik warung di terminal Tasikmalaya pada TEMPO Interaktif mengaku mendengar bahwa Ajeungan Mahmud diserang dengan kata-kata "PKI". Tapi, Kepala Penerangan Kodam Siliwangi, Letkol Herman Ibrahim tak yakin benar bahwa ada tuduhan "PKI" terlontar di Polres Tasikmalaya. "Ada baiknya kita tunggu berita acara pemeriksaan," jelas Letkol Ibrahim.

Walhasil, isu pelecehan dan penghinaan serta kabar angin meninggalnya Ustadz Mahmud meluas hingga ke luar Tasikmalaya. Akibatnya, banyak "simpatisan" yang datang ke Tasikmalaya untuk mengkonfirmasikan berita ini. Memang kebetulan ada seorang "Mahmud" yang meninggal, yakni seorang tukang kayu yang tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa itu.

Kamis, 26 Desember 1996

Isu meninggalnya Ustadz Mahmud terus meluas. Maka pagi hari itu, sekitar pukul 10.00, ribuan orang berkumpul di Masjid Agung Tasikmalaya, Jalan H.Z. Mustofa, untuk melakukan doa bersama. Di tengah ribuan massa yang terus bertambah, Komandan Korem 062 Tarumanegara, Kolonel M. Yasin, menjelaskan bahwa oknum-oknum polisi yang menganiaya Ustadz Mahmud beserta dua santrinya sudah ditangani oleh Detasemen Polisi Militer.

Ketika ribuan orang berada di masjid, ribuan yang lain diam-diam mulai bergerak ke arah Markas Polres di Jalan Yudanegara, yang berjarak sekitar 500 meter dari masjid agung. Massa menuntut agar Kapolres meminta maaf secara terbuka. Bupati dan Kapolres yang tengah berada di Mapolres berusaha menenangkan massa yang kian tak sabar, sembari meneriakkan takbir. Aparat keamanan berbaju hijau yang telah siaga berusaha menghalau massa agar tidak merusak markas Polres Tasikmalaya itu.

Sementara itu, massa di masjid agung akhirnya terpecah-pecah. Sebagian mulai bergerak ke arah Jalan H.Z. Mustofa dan mulai melakukan perusakan dan pembakaran. Dua departmen store besar, Matahari dan Yogya, adalah bangunan pertama yang dihajar massa dengan batu dan kemudian dibakar.

Dari Jalan H.Z. Mustofa, massa mulai menyebar ke arah Barat. Yang lainnya menuju arah Timur dan massa inilah yang membakar Gereja Katolik Salib Suci. Sementara nasib gereja lainnya yang berada di Jalan Salakaso, Cipatujah, Veteran, dan Wiratuningrat, akhirnya mengalami nasib serupa. Gereja-gereja itu dibakar dan dirusak.

Aparat keamanan yang berasal dari Batalyon 330 Bandung, Batalyon 323 Majalengka, Batalyon 301 Sumedang, serta dari Kostrad dan Arhanud, segera menghalau massa ke luar kota Tasikmalaya. Walau sudah mengerahkan sekitar 800 personil, namun pembakaran dan pengrusakan masih terus berlanjut. Bahkan kerusuhan meluas hingga Ciawi yang berbatasan dengan Kabupaten Ciamis, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Masjid Agung Tasikmalaya. Massa yang sudah menyusut, ditaksir berjumlah lima ribu orang, masih merusak dan membakar tiga pabrik, sejumlah toko, serta membakar mobil yang diyakini milik warga non pribumi.

Kejadian serupa juga terjadi di Kawasan Sawalu yang berbatasan dengan Kabupaten Garut. Selain toko dan kendaraan, beberapa mapolsek dan pos polisi dirusak massa. Aksi perusakan dan pembakaran di luar kota Tasikmalaya berlangsung hingga Jumat dinihari, 27 Desember 1996.

Sementara di Kota Tasikmalaya, aparat keamamana baru dapat menguasai keadaan sekitar pukul 17.00 WIB pada hari Kamis naas itu. Di beberepa tempat saat itu masih terjadi pembakaran mobil, motor, dan apa saja milik warga nonpri.

Pukul 21.00, Panglima Kodam III Siliwangi, Mayjen TNI Tayo Tarmadi, datang ke Pondok Pesantren Condong untuk mengetahui kondisi kesehatan Ustadz Mahmud dan bertemu dengan KH Makmun. Satu jam kemudian Pangdam mengajak KH Makmun untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat melalui radio di pendopo kabupaten. Dalam penjelasannya di radio, pimpinan pondok pesantren berusia 74 tahun itu, membantah isu bahwa putranya, Ustadz Mahmud, telah meninggal dunia. Ia menegaskan, bahwa kondisi putranya hingga malam itu dalam keadaan sehat wal-afiat.

Dalam peristiwa itu sempat ditahan 106 orang, namun sebagian dibebaskan karena dianggap hanya ikut-ikutan. Sedangkan yang ditahan di Polres Tasikmalaya tercacat 89 orang, tiga diantaranya wanita. Sementara korban yang meninggal adalah Kio Wie, 60 tahun, meninggal karena terjebak api, Eli Santoso, 34 tahun, tewas karena penyakit jantung. Keduanya adalah warga keturunan Cina. Dua orang lainnya tewas akibat amukan massa dan terjatuh dari truk saat kerusuhan terjadi. Kedua korban terakhir ini diduga ikut dalam rombongan massa.

Jumat sampai Minggu, 27 sampai 29 Desember 1996

Masyarakat Tasikmalaya masih diliputi ketakutan. Puluhan toko dan pabrik banyak yang menghentikan aktivitasnya. Sementara di berbagai sudut kota, tembok, dan toko-toko, serta kendaraan bermotor, banyak dijumpai kata-kata "muslim" atau "kepunyaan keluarga muslim". Agaknya, ini upaya untuk menghindari amukan massa. Aparat Pemda dibantu organisasi pemuda dan karang taruna, serta masyarakat pesantren, mulai membersihkan sisa-sisa kerusuhan.

Senin, 30 Desember 1996

Pangdam Siliwangi selaku Ketua Bakorstanasda Jawa Barat bersama Kapolda dan Gubernur Jawa Barat, mengadakan silaturahmi dengan tokoh dan alim ulama se-Tasikmalaya. Hadir dalam acara tersebut, Menteri Agama Tarmizi Taher, Ketua MUI KH Ali Yafie, anggota Komnas HAM Albert Hasibuan dan tokoh-tokoh non-Islam.(Lihat Pendapat: "Di Tingkat Nasional Kerukunan Terwujud, Tapi Belum di Bawah...")

Kerusuhan yang diperkirakan menelan kerugian Rp 85 miliar tersebut disesalkan banyak pihak. Kapolda Jawa Barat, Mayjen Nana Permana, yang aparatnya dituduh memicu kerusuhan ini berjanji akan menindak tegas anak buahnya yang melakukan pelanggaran. "Semua berkasnya belum saya terima. Mengenai hukuman, mahkamah militer yang akan memutuskan," ujar Nana Permana yang asli Tasikmalaya ini.(Lihat Wawancara Mayjen Nana Permana: "Bermata Tak Melihat, Berkuping Tak Mendengar")

Benarkah Peristiwa Tasikmalaya melulu soal kekesalan pada polisi? Tatang Setiawan, Ketua Bina Sektor Informal Tasikmalaya, melihat lain ada penyebab yang lain. Yaitu, kekecewaan masyarakat selama ini yang secara ekonomi terpinggir. "Masyarakat Tasikmalaya itu kreativitasnya di bidang kredit, bordir, anyaman, dan peternakan. Sebelum masuk pemodal kuat, mereka dapat hidup layak dari usaha mereka. Tapi sekarang dengan masuknya konglomerasi, masyarakat Tasikmalaya terpinggirkan," kata Tatang yang punya anggota 1200 orang ini yang bergerak di 60 kelompok sektor informal.(Lihat Wawancara Tatang Setiawan: "Konglomerat Datang, Mereka Pun Terpinggirkan")

Senin, 30 Desember 1996

Kota Tasikmalaya, peraih Adipura 1995, berangsur-angsur pulih. Rakyat kembali sibuk dengan kegiatannya. Sejumlah angkutan kota mulai melayani masyarakat. Begitu pula kesibukan aparat pemerintahan. Polisi yang sebelumnya seperti "menghilang" dari jalanan, kembali menjalankan tugasnya mengatur lalu lintas. Namun, sebagian besar toko, swalayan, dan bank-bank di Kota Tasikmalaya masih tutup. Sementara sisa-sisa kerusuhan sudah tidak tampak di jalan. Hanya bangunan hangus yang jadi saksi kerusuhan yang paling parah sepanjang sejarah Tasikmalaya itu.

Boleh jadi, kerusuhan di Tasikmalaya bukan soal spontanitas atau solidaritas. Karena, ada saja yang menyaksikan beberapa truk berukuran besar penuh berisi manusia menurunkan "penumpang" di Tasikmalaya menjelang kerusuhan. Kabarnya, sekitar seratus pengendara motor -- di antaranya berambut gondrong, ada yang beranting dan berpeci -- juga datang dari luar kota untuk mengajak orang-orang Tasikmalaya membuat "perhitungan" karena ada muslim yang dianiaya. Inikah "kelompok" yang dituduh Gus Dur sengaja memojokkan NU? Masih harus ditunggu penyelidikan aparat keamanan.

Sementara, seperti juga kasus di Situbondo, agaknya kasus di lumbung pesantren Jawa Barat itu akan selesai di pengadilan. Aparat Polres Tasikmalaya dan juga perusuh akan menjalani hukuman.

Tapi, apakah akar permasalahan yang menyebabkan kerusuhan akan ditangani pemerintah dengan tuntas? Ini yang belum kunjung tampak dilakukan. Akar permasalahan itu, seperti kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. Amien Rais, adalah tidak tahannya rakyat menghadapi kesewenang-wenangan dan kezaliman ekonomi yang telah berlangsung cukup lama. Dan kezaliman itu bermula dari tiga penyakit kronis yang seolah-olah tak pernah mampu dibasmi. Yakni korupsi yang melembaga dan menyeruak ke seluruh sel-sel tubuh bangsa, kesenjangan sosial yang makin gawat, dan perilaku buruk petinggi negeri yang dirasuki paham aji mumpung.

Jadi, bagaimana mengobati "luka" di Tasikmalaya?

TH, ANY, DM

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

HKBN 2024 Melakukan Penanaman 100 Pohon Cemara Laut

1 menit lalu

HKBN 2024 Melakukan Penanaman 100 Pohon Cemara Laut

Peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN) 2024 dimulai dengan penanaman 100 pohon cemara laut secara simbolis oleh Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto


PPP Jadi Partai Terbanyak yang Gugat Sengketa Pileg ke MK

2 menit lalu

Pelaksana Tugas (Plt) Ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang ditunjuk pada September 2022, Mardiono menempati posisi keempat sebagai ketua partai terkaya. Berdasarkan laporan LHKPN 31 Desember 2022, Mardiono memiliki total harta kekayaan sebanyak Rp1,2 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
PPP Jadi Partai Terbanyak yang Gugat Sengketa Pileg ke MK

Salah satu yang diajukan PPP adalah perkara nomor 46-01-17-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 tentang sengketa hasil pemilihan DPRD Kota Serang, Banten.


Qualcomm Meluncurkan Snapdragon X Plus

3 menit lalu

Ilustrasi Qualcomm Snapdragon X Elite. (Qualcomm)
Qualcomm Meluncurkan Snapdragon X Plus

Qualcomm merilis chip terbaru mereka bernama Snapdragon X Plus untuk performa di laptop dengan dukungan kecanggihan AI


HKBN 2024, Kota Padang Kuatkan Fase Pra Bencana

4 menit lalu

HKBN 2024, Kota Padang Kuatkan Fase Pra Bencana

Pemerintah Kota Padang memperkuat fase Pra bencana guna meminimalisir kerusakan atau korban bencana


Mengenang Aktivis Pro-Demokrasi Tumbu Saraswati Pendiri TPDI, Ini Kiprah Tim Pembela Demokrasi Indonesia

5 menit lalu

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat menghadiri acara Temu Kangen dan Silaturahmi dengan senior partai di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu 17 Desember 2022.  Para senior PDIP yang hadir itu antara lain, Panda Nababan, Tumbu Saraswati, Rahmat Hidayat, Rudi Harsa, Emir Moeis, Dewi Jakse, Andreas Pareira, Firman Djaya Daeli, Jacob Tobing, Teras Narang, Idham Samawi, Agnita Singedekane, Pataniari Siahaan, Bambang Praswanto, HM. Sukira, Sirmadji, Daryatmo Mardiyanto. ANTARA/HO-DPP PDI Perjuangan
Mengenang Aktivis Pro-Demokrasi Tumbu Saraswati Pendiri TPDI, Ini Kiprah Tim Pembela Demokrasi Indonesia

Jasa Tumbu Saraswati dirikan Tim Pembela Demokrasi Indonesia. Simak peran TPDI selama Pemilu 2024.


Golkar Paling Intens Berkomunikasi dengan PKS untuk Pilkada Depok

9 menit lalu

Ilustrasi pemilu. REUTERS
Golkar Paling Intens Berkomunikasi dengan PKS untuk Pilkada Depok

Imam mengatakan PKS sangat terbuka dan mengajak partai-partai di Depok, baik yang ada di parlemen maupun nonparlemen, guna memenangkan Pilkada 2024.


Ketika Ernando Ari Berjoget Usai Gagalkan Penalti Jagoan Korea Selatan Lee Kang-hee di Piala Asia U-23

19 menit lalu

Ekspresi dari penjaga gawang Timnas U-23 Indonesia Ernando Ari Sutaryadi usai menepis penalti dari pesepak bola Timnas U-23 Korea Selatan pada babak perempat final Piala Asia U-23 2024 di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar, Jumat 26 April 2024. Indonesia memastikan lolos semifinal usai menang adu penalti dengan skor akhir 11-10, dimana sebelumnya kedua tim bermain imbang 2-2. ANTARA FOTO/HO-PSSI
Ketika Ernando Ari Berjoget Usai Gagalkan Penalti Jagoan Korea Selatan Lee Kang-hee di Piala Asia U-23

Aksi joget-joget Ernando Ari pada laga perempat final Piala Asia U-23 dianggap sebagai ejekan terhadap Lee Kang Hee.


Ditayangkan di Netflix, Sinopsis Film Monster Bergenre Thriller

22 menit lalu

Film Monster. Dok. Netflix
Ditayangkan di Netflix, Sinopsis Film Monster Bergenre Thriller

Film Indonesia bergenre thriller Monster arahan sutradara Rako Prijanto dengan penulis naskah Alim Sudio akan tayang di Netflix pada 16 Mei 2024.


Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

25 menit lalu

Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha (tengah) didampingi Dewan Penasehat Novel Baswedan (dua kanan) menunjukkan barkas laporan di gedung lama KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat 26 April 2024. IM57+ Institute melaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan pelanggaran kode etik. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Aktivis dan pengamat antikorupsi turut menanggapi fenomena seteru di internal KPK, Nurul Ghufron laporkan Albertina Ho. Apa kata mereka?


Wapres Ma'ruf Amin Berharap Timnas Indonesia Tampil Konsisten di Semifinal Piala Asia U-23 2024

30 menit lalu

Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kedua kiri) menyampaikan sambutan dalam acara Indonesia Quran Hours 2024 di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024. Kegiatan membaca Al-Quran secara bersama-sama itu mengangkat tema Indonesia Bersatu Indonesia Bangkit. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Wapres Ma'ruf Amin Berharap Timnas Indonesia Tampil Konsisten di Semifinal Piala Asia U-23 2024

Ma'ruf Amin berharap permainan Timnas Indonesia U-23 terus konsisten setelah mengalahkan Korea Selatan pada perempat final Piala Asia U-23 2024.