TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menampik pandangan bahwa grasi dari Presiden Joko Widodo untuk Antasari Azhar mengandung maksud politik. Pandangan itu sebelumnya dilayangkan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono.
”Sudah dijelaskan Menteri Sekretaris Negara, tidak ada (muatan politik dalam grasi),” kata Wiranto saat ditemui di Hotel Royal Kuningan, Kuningan, Jakarta Pusat, Kamis, 16 Februari 2017.
Berita lain:
Merasa Diserang, SBY: Banyak yang Menghindari Saya
Dituding Antasari Membawa Pesan SBY, Ini Jawaban Hary Tanoe
Wiranto memastikan semua keputusan pemerintah ada dalam koridor hukum, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam konteks konstitusi. “Pemerintah yang sekarang, saya ada di dalamnya, dan saya sudah mengawal empat pemerintahan. Tak ada upaya untuk merugikan masyarakat,” ujarnya.
Adapun Sekretaris Negara Pratikno mengatakan mekanisme pemberian grasi sudah sesuai ketentuan. Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah pertimbangan Mahkamah Agung.
”Presiden dalam memberikan grasi harus mempertimbangkan dari Mahkamah Agung,” kata Pratikno di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 15 Februari 2017.
Jokowi, menurut dia, tak hanya menerima pertimbangan dari MA semata. Ada juga keterlibatan Jaksa Agung, Menkopolhukam, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. “Kami sudah merujuk ke proses yang berlaku. Itu saja,” kata Pratikno.
SBY mempermasalahkan grasi yang diberikan pada 2016 itu setelah dituding melakukan kriminalisasi oleh Antasari. Dia pun berpendapat bahwa tindakan Antasari direncanakan dan disusun bersama sejumlah aktor politik.
”I have to say politik ini kasar. Sepertinya kekuasaan bisa berbuat apa saja,” ujar SBY saat jumpa pers di kediamannya, Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Pusat, 14 Februari lalu.
YOHANES PASKALIS