TEMPO.CO, Jakarta - Tanah seluas 46.913 meter persegi di Jalan Lingkar Luar Barat Cengkareng ramai diberitakan setelah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang dirilis 1 Juni lalu. Soalnya, lahan itu telah lama dimanfaatkan Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan sebagai kebun bibit, tapi kemudian dibeli Dinas Perumahan dan Gedung kepada orang lain.
Dinas Gedung membeli lahan tersebut Rp 668 miliar, terdiri atas Rp 634 miliar harga tanah dan Rp 33,9 miliar pajak penghasilan serta pajak bumi dan bangunan. Dinas membayarnya pada 5 November 2015 kepada Rudi Iskandar sebagai kuasa pemilik lahan Toeti Noezlar Soekarno, seorang warga Bandung.
BACA: Ini Disposisi Ahok Saat DKI Beli Lahan Milik Sendiri
Toeti mengklaim punya tanah itu dengan mengajukan tiga sertifikat yang terbit pada 2010. Menurut mantan Sekretaris Kelurahan Cengkareng Barat Jufrianto Amin, sertifikat itu terbit berkat akal-akalan Koen Soekarno, suami Toeti, dengan oknum Kelurahan. Sertifikat tersebut terbit pada 8 Juli 2010 dengan nomor 13069 seluas 34.503 meter persegi. “Padahal dasar girik sebagai dasar sertifikatnya tidak ada di Letter C Kelurahan Cengkareng Barat,” kata Jufrianto seperti dikutip Koran Tempo edisi 29 Juni 2016.
Jufrianto merujuk pada Girik C Nomor 148 persil 91 Blok S-III. Menurut dia, pada buku Letter C Kelurahan, tak tercatat girik ini. Girik milik Toeti yang benar bernomor 148 persil 91 Blok D-III dan letaknya di Cengkareng Timur. Alhasil, kata Jufrianto, sertifikat Toeti yang dibeli DKI itu berdasarkan girik yang keliru dan tak cocok lokasinya.
BACA: Ahok Tak Tahu Lahan Cengkareng Dibeli di Atas NJOP
Dalam auditnya, BPK mengkonfirmasi keterangan Jufrianto. Dari pengecekan ke Letter C, dokumen pelepasan hak yang dimiliki Dinas Kelautan sama dengan nama pemilik, penggarap, berikut luasnya yang sama persis.
Saat Dinas Perumahan menawar lahan tersebut, Jufrianto memberi tahu Dinas agar membatalkan transaksi itu. Alih-alih didengar, Jufrianto malah dicopot dari Cengkareng Barat dan dialihkan ke Kelurahan Meruya. Dia dituduh menghalang-halangi niat pemerintah membangun rumah susun di lahan tersebut.
BACA: Sudah Diingatkan, DKI Ngotot Beli Lahan Cengkareng
Soalnya, tanpa melihat sertifikat itu pun, lahan tersebut sudah menjadi sengketa jauh sebelum Toeti mendapat sertifikat tersebut. Pada 2009, Dinas Kelautan menggugat D.L. Sitorus, pemilik PT Sabar Ganda, yang tiba-tiba mengeruk kebun bibit itu dan mengklaim sebagai pemilik lahan tersebut. Dinas menggugatnya ke pengadilan. Di pengadilan pertama, Dinas kalah. Namun, pada tingkat banding, Dinas menang dan Sitorus diharuskan membayar denda Rp 6,9 miliar.
Dinas Kelautan membeli lahan tersebut pada 1957-1967. Dinas membelinya dari para penggarap dan pemilik lahan. Sampai digugat Sitorus, lahan tersebut beberapa belum disertifikatkan. Dinas mencatatkan nilai lahan itu Rp 235 miliar dalam neraca buku keuangan 31 Desember 2015.
Toeti menyangkal cerita Jufrianto. Kepada Tempo, ia menegaskan bahwa lahan yang dibeli Dinas Perumahan itu diperoleh suaminya pada 1967. Setelah suaminya meninggal, tanah tersebut diwariskan kepadanya dan empat anak mereka. “Saya kurang paham bagaimana transaksinya karena yang menjual anak saya,” ujarnya.
ERWAN HERMAWAN | DEWI RINA